Page 130 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 130

M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.

                        UUPA bersikap pragmatis, artinya di dalam membangun
                        aturan hukum berpedoman pada hal-hal yang  menurut
                        tafsirnya  dianggap  baik  dalam menghadapi  tuntutan
                        masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam
                        konteks ini bisa dimaknai sebagai  “fleksibel” di dalam
                        membangun aturan hukum asalkan asas kebutuhan dan
                        keadilan terpenuhi.
                            Persoalan terkait hukum adat ini juga tidak mudah
                        untuk  disamakan  dalam  satu  hukum  nasional  yang
                        berlaku untuk seluruh  Indonesia. Kebutuhan peraturan
                        nasional  yang  memandang  perlu  mengakui  lembaga
                        hukum  tertentu  dari  hukum  adat,  ditengarai  akan
                        mengandung  intervensi  atau  pengarahan  di  dalam
                        pelaksanaannya, karena harus disesuaikan dengan kepen-
                        tingan nasional, tidak boleh bertentangan sebagaimana
                        disebutkan dalam  UUPA  Pasal  3.  Dalam  pandangan

                        beberapa pakar,  hak  ulayat  (beschikkingsrecht)  bagi
                        masyarakat hukum adat (tradisional) dan hak-hak yang
                        bersumber dari mereka dalam pelaksanaannya dianggap
                        kurang  memperhatikan  kepentingan  nasional.  Ibrar
                        (1971) dan Harsono (1976) menjelaskan, dalam konteks
                        tertentu hukum  adat bisa  menjadi penghambat  pem-
                        bangunan  nasional,  karena  menganggap  sistem  adat
                        kadang dianggap bertentangan dengan kebutuhan pihak
                        luar. Jika hal ini diatur secara nasional justru akan menim-
                        bulkan persoalan. Satu sisi bisa menghilangkan keunikan
                        mereka, sisi lain bisa  menimbulkan persoalan  karena
                        bertentangan dengan kepentingan nasional. Tentu saja
                        pendapat kedua pakar di atas tidaklah tunggal, beberapa

                         94
   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134   135