Page 128 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 128

M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.

                        sarkan genealogis,  namun muncul  persoalan di  dalam
                        penguasaan tanah,  karena dalam  tanah suku/ulayat  di
                        beberapa wilayah mereka juga terdapat tanah hak indi-
                        vidu. Hal ini tidak  bisa diterima  bahkan oleh  mereka
                        sendiri.
                            Kajian Departemen Dalam Negeri pada Bulan Mei 1972
                        dalam sebuah Simposium Tanah Suku di NTT selama lima
                        hari dengan menghadirkan berbagai pakar menyimpulkan
                        bahwa tanah suku merujuk pada genealogis dan peme-
                        rintah belum bisa mengaturnya karena perbedaan-perbe-
                        daan pada masing-masing klaim dari suku. Satu sisi, suku
                        dan  tanah suku diakui sebagai tanah dari  persekutuan
                        genealogis, namun di sisi lain secara bersamaan juga dite-
                        mukan tanah suku telah dikuasai secara individu. Sehing-
                        ga tidak seharusnya  tanah suku/ulayat pada saat yang
                        berbarengan juga terdapat tanah perseorangan. Simpo-

                        sium tersebut  juga menampilkan  pandangan dari  ka-
                        langan  masyarakat,  “dalam  pandangan  masyarakat,
                        penguasaan tanah secara komunal yang seharusnya ber-
                        ada dalam tangan fungsionaris adat tertentu secara ex
                        officio, dalam kenyataannya tanah-tanah tersebut telah
                        dikuasai sebagai hak milik pribadi” (Penyuluh Landreform
                        dan Agraria, No. 2, 1972). Untuk itu, simposium memutus-
                        kan secara lebih hati-hati karena bisa berakibat “disintegrasi
                        diantara mereka” jika negara lebih jauh mengatur secara
                        general, karena persoalan diantara  suku dan  keunikan
                        dari masing-masing suku menyulitkan untuk diatur secara
                        tunggal tanpa lebih dulu diinventarisir tanah-tanah suku
                        mereka maupun batas-batas wilayahnya.

                         92
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133