Page 127 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 127

Politik Kelembagaan Agraria Indonesia

                          teraan masyarakat luas. Realitas tersebut menunjukkan,
                          UUPA telah melakukan kodifikasi hukum adat dan me-
                          nempatkan  hukum adat  sebagai salah  satu pilar pem-
                          bangunan  hukum  agraria  dengan  pembatasan-pem-
                          batasan.
                              Kenyataan yang tidak terbantahkan adalah sifat dari
                          hukum adat adalah lokal atau regional, tidak berlaku gen-
                          eral atau tidak bisa disamakan ke seluruh wilayah Indone-
                          sia. Hukum adat merujuk pada komunitasnya (perseku-
                          tuan hukum adat genealogis), bukan merujuk pada kese-
                          luruhan masyarakat sekitar dan masyarakat di luarnya.
                          Persekutuan  hukum  adat  genealogis  memiliki  unsur:
                          adanya  kesatuan genealogis;  adanya  satu  ketunggalan
                          silsilah;  dan adanya  solidaritas kolektif. Konsep ini me-
                          mang  kemudian  mengalami  persoalan  karena  sudah
                          banyak komunitas adat di berbagai wilayah yang bercam-

                          pur dengan berbagai  suku  dan  kemudian  membentuk
                          satu  persekutuan adat.  Cara pandang  ini ditolak  oleh
                          beberapa peneliti karena menganggap persekutuan yang
                          seharusnya eksklusif kemudian menjadi inklusif (Penyu-
                          luh Landreform dan Agraria, No. 2, 1972). Hal ini kemudian
                          juga menjadi salah satu sebab terjadinya klaim atas tanah
                          di beberapa wilayah, karena beberapa suku secara historis
                          memiliki wilayahnya sendiri dan penyebutannya secara
                          berbeda-beda pula. Di Nusa Tenggara Timur (NTT) misal-
                          nya, suku dikenal dengan nama yang beragam, di anta-
                          ranya: Leo di Rote, Udu di Sabu, Kanaf di Timor Dawan,
                          Fukun di Belu, Wungu di Flores Timur, Woe di Ngada,
                          dan Kabisu di Sumba. Mereka terbentuk secara sah berda-

                                                                              91
   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132