Page 146 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 146
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
kelompok-kelompok tertentu. Keributan di banyak wila-
yah terutama basis massa Islam tak bisa dihindari seperti
Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah, karena PKI dan
BTI menyasar wilayah ini dengan tuduhan sebagai bagian
dari tujuh setan desa yang menghambat jalannya
landreform yang revolusioner (Aidit, 1964; Sulistyo, 2000).
Orang-orang ini oleh Aidit disematkan sebagai kelompok
kontra revolusi dan menjadi biang perlambatan redis-
tribusi tanah untuk petani.
Beberapa pihak sudah bisa membayangkan, karena
sifatnya yang sangat revolusioner, menata sekaligus mem-
bongkar struktur penguasaan tanah akan menimbulkan
banyak gejolak. Sejauh pengalaman kerja-kerja panitia
landreform, di beberapa wilayah tampaknya berjalan
seperti biasa, tidak menimbulkan banyak persoalan, kare-
na negara menjanjikan bukan semata mengambil percu-
ma tanah-tanah kelebihan maksimum dan absentee, tetapi
akan memberikan ganti rugi dengan skema yang ditetap-
kan oleh UU dan keputusan menteri. Namun, beberapa
wilayah mengalami gejolak akibat gerakan dan dukungan
untuk menjalankan landreform sesegera mungkin.
Persoalan ini mengemuka dan muncul klaim-klaim bah-
kan aksi sepihak di beberapa daerah di Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Jawa Barat (Padmo, 2001; Sulistyo, 2000).
Setelah diawali pembentukan organisasi sampai ting-
kat desa, kerja-kerja panitia landreform cukup cepat.
Sejauh data-data yang penulis temukan, dalam tempo 1
tahun lebih panitia sudah berhasil menginventarisir, mem-
bagi, dan menata lahan sesuai peruntukannya yakni
110