Page 149 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 149

Politik Kelembagaan Agraria Indonesia

                          tanah,  kebetulan  beberapa  atau  sebagian  pihak  dari
                          mereka menolak dijalankannya landreform. Menghadapi
                          situasi tersebut, PKI dan BTI di tataran bawah melakukan
                          perlawanan  dengan cara-cara  penekanan, agitasi,  dan
                          penyerobotan lahan (Aidit, 1964; Mortimer, 1969).
                              Pada tahun 1964 yang seharusnya landreform di Jawa
                          sudah selesai sebagaimana janji pemerintah, namun fakta-
                          nya masih jauh dari selesai. Atas situasi itu membuat Aidit
                          (1964) cemas. Dengan latar itulah, Aidit dkk. melakukan
                          turun lapang untuk meneliti beberapa sampel desa, khu-
                          susnya beberapa daerah yang mengalami kendala dalam
                          melaksanakan landreform. Aidit bersama timnya melaku-
                          kan  penelitian  di  desa-desa  Jawa  Barat,  seperti  Desa
                          Rancah dan Padaherang (Ciamis), Tjisompet dan Wana-
                          radja (Garut), Karangnunggal (Tasikmalaya), Djatitudjuh
                          (Majalengka), Tjipeundeuj dan Tjiwidej (Bandung), Tji-

                          malaka  (Sumedang), BoBojong Pitjung (Cianjur), Saga-
                          ranten  dan Nagrak  (Sukabumi),  Haurgeulis  dan  Kan-
                          danghaur (INdramayu),  Lemahabang (Cirebon), Segala-
                          herang (Subang), Rengasdengklok (Krawang),  Cimang-
                          gis,  Ciomas, dan  Cijeruk (Bogor),  dan Labuhan  (Pan-
                          deglang).
                              Penelitian ke desa-desa yang dilakukan Aidit ini lang-
                          sung dilakukan bersama para kader-kader petani komu-
                          nis,  khususnya  yang  tergabung  dalam  BTI. Hasil  dari
                          penelitian ini yang kemudian kita mengenal dengan ung-
                          kapan “Setan-setan Desa” (populer dengan 7 Setan Desa).
                          Julukan untuk kelompok yang menghambat petani untuk
                          berkembang dan mendapatkan tanah, termasuk sulitnya

                                                                             113
   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154