Page 154 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 154
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
pemerintah lamban dan tidak tegas dalam menjalankan
landrefom. Berikut yang disampaikan oleh Aidit di depan
Dewan Pertimbangan Agung sebagai pengawas jalannya
landreform:
Sebelum 1962 timbul banyak konflik tanah di pedesaan, namun
sesudah akhir tahun 1963 kaum tani tidak boleh dipersalahkan
lagi. Sebab, menurut Peraturan Pemerintah di Jawa, Madura,
Bali tahun 1963 Landreform sudah harus selesai. Jika belum, tuan
tanah harus ditahan. Ketegasan adalah hal penting dalam
menjalankan Landreform. Kaum tani tidak bisa salah, tuan tanah
yang salah. Mengenai tanah yang digelapkan, sebenarnya tanah
ini tidak dibuat terang. Penting mengetahui tanah-tanah yang
digelapkan. D.N. Aidit mengusulkan IGO dan IGOB dicabut,
supaya tidak ada lagi gontok-gontokan, kader yang sudah
digembleng harus turun ke bawah, ke pedesaan, menyelidiki
pikiran dan perasaan tani miskin dan buruh tani. Mengenai Penga-
dilan Landreform, agar dibentuk Pengadilan Landreform sampai
kabupaten (Aidit, 1965).
Pada praktiknya, banyak petani di bawah BTI yang
bersitegang serta bermusuhan dengan Pertanian Nahdla-
tul Ulama (Pertanu) atau organisasi di bawah NU, akan
tetapi pernyataan K.H. Idham Chalid sebagai tokoh NU
menarik untuk didudukkan pada posisi sebagai negara-
wan dalam melihat ide dan gagasan landreform:
Mengenai gontok-gontokan, supaya pemerintah mengadakan
penyelidikan dan mengambil tindakan. Negara dan Revolusi lebih
penting daripada membela dua tiga orang penghalang program
revolusi. Mengenai tanah wakaf, jika merupakan tanah hibah
palsu akan di kutuk. Supaya diselidiki dengan jujur suatu tanah
wakaf. Tanah wakaf bukan milik seseorang, tapi milik Tuhan.
Perlu diratakan Deklarasi Bogor sampai ke pelosok daerah. Perlu
118