Page 157 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 157
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
“kekalahannya” sebelum pekerjaan besarnya berhasil dise-
lesaikan secara purna, bahkan di beberapa wilayah belum
menunjukkan tanda-tanda perubahan atas struktur tanah
yang dikuasai oleh masyarakat. Posisi ini menempatkan
lembaga agraria yang dibangun oleh Sukarno sejak 1955
harus berhenti pada tahun 1965-1966. Peristiwa 1965 awal
dari perubahan kelembagaan agraria dan para pengusung
landreform harus rela menyingkir dari arena, bahkan
beberapa menjadi korban keganasan arus balik pemban-
taian pasca peristiwa 1965. Meminjam kata-kata populer
Sutan Syahrir, “Revolusi telah memakan anak kandungnya
sendiri” (Mrazek, 1996). Walaupun beberapa Indonesianis
menolak menyatakan bahwa landreform sebagai penyebab
meletusnya ibu pertiwi yang hamil tua (Cribb, 2004;
Mortimer, 1969), namun setidaknya beberapa peneliti lain
berpendapat (Herwati, 2013; Kroef, 1963; Wahyudi, 2010;
Wirayuda, 2011) bahwa ekses kebijakan landreform yang
menimbulkan polarisasi tanpa mampu dikendalikan di
pedesaan ikut menyumbang “kayu bakar” yang sangat
signifikan bagi kontra revolusi. Situasi tersebut kemudian
dimanfaatkan oleh beberapa pihak akibat buruknya
situasi sebelum peristiwa 1965 yang berdampak panjang
hingga pasca peristiwa 1965.
C. Pengadilan Landreform, 1964-1970
Lahirnya Pengadilan Landreform melalui UU No. 21
Tahun 1964 atas desakan berbagai pihak di daerah-daerah
untuk memperlancar jalannya pelaksanaan landreform.
Dalam pertimbangan pembentukannya disampaikan
121