Page 161 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 161

Politik Kelembagaan Agraria Indonesia

                          tercapai. Di sisi lain, duduknya 3 wakil organisasi massa
                          tani sebagai hakim anggota seringkali tidak memenuhi
                          persyaratan seorang hakim (berkemampuan sebagai ha-
                          kim)  sebagaimana  permintaan perundang  undangan
                          (Penyuluh  Landreform,  No.  2,  1970).  Kondisi  tersebut
                          semakin  memperlambat  upaya  untuk  mempercepat
                          penyelesaian perkara landreform di lapangan, dan kondisi
                          itu pula kemudian yang mendorong, selain isu persoalan
                          politik  pasca 1965, Pengadilan Landreform dibubarkan
                          oleh pemerintah lewat UU No. 7 Tahun 1970.
                              Jika dicermati pembubaran Pengadilan Landreform
                          dalam UU No. 7 Tahun 1970, tampak mengemuka alasan
                          yuridis tentang wakil organisasi tani dari kelompok kiri
                          yang duduk sebagai hakim  dan dianggap bertentangan
                          dengan Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 dan  No.
                          XXXVIII/MPRS/1968.  Sekalipun  argumen  ini  dapat

                          diperdebatkan karena perwakilan hakim dari organisasi
                          massa tani dalam UU No. 21/1964 tidak menyebut secara
                          spesifik dari wakil kelompok kiri seperti BTI, bisa dari
                          perwakilan organisasi tani lainnya. Dalam tafsirnya, ke-
                          lompok  organisasi massa  tani  adalah perwakilan  dari
                          organisasi petani, bisa dari berbagai kelompok yang dipilih
                          dan memenuhi syarat. Dalam poin menimbang b dan c
                          dari UU No. 7/1970 disebutkan, “pelaksanaan penyeleng-
                          garaan peradilan perkara-perkara landreform oleh Penga-
                          dilan Landreform mengalami kesulitan dan kemacetan;
                          sesungguhnya peradilan perkara perdata dan pidana, ter-
                          masuk perkara Landreform pada umumnya adalah wewe-
                          nang dari Pengadilan-pengadilan dalam lingkungan Pera-

                                                                             125
   156   157   158   159   160   161   162   163   164   165   166