Page 159 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 159
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
perkara-perkara landreform. Dalam Pasal 11, komposisi
tersebut dapat menyidangkan perkara dan dianggap sah
apabila dihadiri oleh 5 orang hakim. Jika satu dari hakim
anggota tidak hadir maka sidang tidak dianggap sah, atau
ditunda sampai kelima hakim bisa hadir. Untuk tempat
sidang dianggap fleksibel, tidak selalu harus di pengadilan
kabupaten. Pasal 12 (Ayat 2) menyatakan, jika dipandang
perlu, Pengadilan Landreform dapat memeriksa dan
memutus perkara landreform di tempat terjadinya per-
kara. Pengadilan Landreform menurut UU No. 21 Tahun
1964 tidak untuk menyelesaikan semua perkara, sebab
pengadilan ini sifatnya khusus, hanya untuk memper-
lancar penyelenggaraan landreform dan tidak mengambil
wewenang pengadilan lainnya (Panjaitan, 2020).
Akibat dari penyelenggaraan landreform, ada banyak
kasus sengketa, manipulasi dan penggelapan (pidana),
penyerobotan lahan, serta perkara perdata yang dilakukan
oleh oknum-oknum tuan tanah, birokrat, dan penguasa
yang mencoba menghindari landerform. Harapannya,
kendala ini bisa diatasi dengan hadirnya Pengadilan land-
reform dan persoalan yang muncul dapat dituntaskan. 4
Dalam sebuah surat resmi yang disampaikan kepada
Menteri Agraria, Pimpinan Daerah Sepda (Serikat Buruh
Pemerintah Daerah) DKI Jakarta Raya saat meminta peme-
4 Surat Pimpinan Daerah Sepda DKI Jakarta Raya (Serikat Buruh
Pemerintah Daerah) No.29/A/PD/XX/1964 tentang Pengadilan
Landreform. Jakarta, 3 November 1964 kepada Menko Kompartimen
Hukum dan Dalam Negeri, Wirjono Prodjodikoro S.H. Sumber: ANRI.
123