Page 160 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 160
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
rintah menjalankan Pengadilan landreform, Wirjono
Prodjodikoro menyatakan, ‘bahwa perkara-perkara yang
timbul di dalam pelaksanaan peraturan-peraturan land-
reform perlu mendapat penyelesaian yang cepat, agar
tidak menghambat pelaksanaan landreform; dan berhu-
bung sifat-sifat yang khusus dari perkara-perkara yang
timbul karena pelaksanaan landreform diperlukan suatu
badan pengadilan tersendiri dengan susunan, kekuasaan,
dan acara yang khusus pula” sebagaimana termuat dalam
UU No. 21 Tahun 1964.
Lahirnya pengadilan landreform menurut sebagian
pihak sangat membantu menyelesaikan persoalan-
persoalan yang ditemukan di lapangan, namun di sisi lain
juga dianggap tidak efektif. Dalam penjelasan majalah
Penyuluh Landreform No. 2, 1970, susunan Pengadilan
Landreform sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 8, Pasal
11, Pasal 17, dan pasal 19 UU No. 21/1964 terdiri atas lima
hakim, di antaranya 3 hakim dari perwakilan organisasi
massa tani sebagai hakim anggota. Dalam persyaratan,
lima hakim wajib hadir saat sidang sehingga sering kali
menyulitkan karena sering terjadi kendala karena tidak
semua hakim bisa hadir saat bersidang. Dalam praktiknya
juga, sering kali hakim dari massa tani tidak hadir karena
menyangkut kepentingan organisasi yang diwakilinya
(conflict of interest). Kondisi demikian menyebabkan
perkara-perkara menjadi berlarut karena penundaan
sidang. Pelaksanaan penyelenggaraan Pengadilan Land-
reform seringkali macet dan kesulitan untuk memper-
cepat penyelesaian perkara, artinya tujuannya sering tidak
124