Page 158 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 158
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
“perkara-perkara yang timbul di dalam pelaksanaan
peraturan landreform perlu mendapat penyelesaian yang
cepat, agar tidak menghambat pelaksanaan landreform;
berhubung dengan sifatnya yang khusus dari perkara
yang muncul akibat pelaksanaan landreform, maka
diperlukan pengadilan tersendiri dengan susunan, kekua-
saan, dan acara yang khusus pula”. Dalam argumen penje-
lasan tentang lahirnya Pengadilan Landreform, “kesi-
bukan sehari-hari yang luar biasa dari para hakim Penga-
dilan Negeri, maka pemerintah telah memutuskan untuk
membentuk peradilan landreform yang tersendiri, satu
dan lain agar meringankan tugas para hakim Pengadilan
Negeri dan juga untuk mempercepat penyelesaian perka-
ra-perkara landreform”. Argumen ini muncul karena ada
banyak perkara yang sebelumnya sudah masuk ke penga-
dilan namun terlalu banyak perkara di pengadilan sehing-
ga banyak kasus tanah tertunda.
Maksud dari perkara landreform adalah perkara per-
data, pidana, maupun administratif yang muncul sebagai
akibat dari melaksanakan peraturan-peraturan land-
reform. Pengadilan Landreform di daerah (Tingkat II atau
lebih) terdiri atas satu orang hakim Pengadilan Negeri
3
setempat sebagai Ketua sidang; satu orang pejabat Depar-
temen Agraria sebagai hakim anggota; dan tiga orang
wakil organisasi-organisasi massa tani sebagai hakim
anggota. Total terdapat lima hakim yang menyidangkan
3 Kedudukan Pengadilan Landreform Daerah ditetapkan oleh
Menteri Kehakiman atas usul Menteri Agraria dan dapat meliputi satu
daerah tingkat II atau lebih.
122