Page 156 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 156
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
“molimo” (maling, madat, madon, main, mendem). Bila ingin melak-
sanakan Landreform tanpa gontok-gontokan, ingatlah kepada Al
Quran (Ma’ruf, 1965).
Dugaan tuan tanah yang menggelapkan tanah telah
menjadi pengetahuan banyak pihak, karena tokoh-tokoh
masyarakat banyak yang memantau langsung praktik
kerja panitia landreform. Pada konteks ini, panitia land-
reform juga mendapat kritik yang keras dari berbagai
pihak karena dianggap lamban dalam menjalankan
tugasnya (Penyuluh Landreform, No. 7-8, Jan-Feb 1968).
Tampaknya, problem ini tidak mudah diselesaikan, karena
jalannya landreform di desa tidak seperti yang dibayang-
kan banyak pihak, seolah panitia landreform dengan
mudah mengambil alih tanah-tanah milik tuan tanah
maupun para pemalsu dokumen tanah, karena menja-
lankan landreform oleh seluruh elemen negara sangat
sulit, misalnya saat pengambilan tanah absentee dan
kelebihan maksimum, perlawanan berbagai pihak tidak
mudah diselesaikan oleh panitia landreform.
Akhirnya apa yang dikhawatirkan tentang meletusnya
konflik horizontal akibat dari kebijakan landreform tidak
bisa dihindarkan. Pengadilan landreform yang banyak
menyimpan persoalan dalam praktik di lapangan tidak
mampu membendung dan meredam sengketa pada level
bawah, karena kontra revolusi sangat kuat. Pada level
nasional, sidang-sidang DPR di pusat menunjukkan kon-
flik secara terbuka atas pembelaan-pembelaan sesuai ideo-
logi politiknya. Kementerian Agraria yang memegang
mandat untuk menjalankan landreform harus mengakui
120