Page 170 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 170
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
Hermanses sebagai pimpinan Kementerian Agraria atas
apa yang dikerjakan (redistribusi) sejak 1961-1965 akan
hilang begitu saja, karena melihat arus balik perlawanan
kelompok-kelompok kontra revolusi begitu besar. Kondisi
ini membuat panitia landreform bergerak cepat member-
sihkan panitia dari anasir-anasir organisasi yang dianggap
terlibat dalam gerakan 30 September, bahkan sekalipun
tidak ada bukti yang menunjukkan hal itu, namun panitia
mengantisipasi karena suara-suara di daerah mulai gencar
menuduh landreform adalah upaya PKI merebut tanah
milik masyarakat. Antisipasi ini untuk mengamankan pro-
gram landreform yang sudah dijalankan dan dianggap
sebagai kepentingan bangsa, setidaknya ketika kelompok
yang berafiliasi kepada PKI di keluarkan dari panitia land-
reform dapat menepis tudingan beberapa pihak.
Dampak peristiwa 1965 tidak berhenti hanya di Bulan
Oktober, sebab rentetan peristiwa tersebut cukup panjang.
Di daerah-daerah yang banyak terjadi aksi sepihak pada
tahun 1963-1965 telah terjadi aksi balasan yang jauh lebih
kejam, sweeping dan penangkapan terjadi di banyak
daerah, khususnya Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
Tidak hanya berhenti pada penangkapan kader-kader PKI,
tetapi juga simpatisan dan kelompok yang menerima
tanah dari proyek landreform. Di daerah, isu keterlibatan
banyak kelompok dalam peristiwa G30S melebar menjadi
ajang balas dendam, sekalipun bukan bagian dari komu-
nis namun ada banyak kasus ikut terseret karena ada per-
soalan-persoalan dendam antarindividu. Tak jarang yang
berteman dengan aktivis BTI dan Kader PKI ikut terbawa,
134