Page 167 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 167
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
sannya, kebijakan itu diambil karena “demi menjaga
ketertiban dan keamanan serta adanya pelarangan Partai
Komunis dan MURBA”. Di sisi lain, muncul ketakutan dan
tuduhan yang serius sebagai perlawanan arus balik dari
tuan tanah dan pihak-pihak yang menolak landreform
sejak awal, bahwa landreform adalah pekerjaan BTI dan
PKI. Secara lengkap dalam pertimbangan putusan
Keputusan Menteri dengan jelas disebutkan bahwa:
… adanya gerakan kontra revolusi yang menamakan dirinya
“Gerakan 30 September” telah pula membawa akibat-akibat yang
negatif terhadap pelaksanaan Landreform, antara lain berupa:
pertama, adanya usaha-usaha bekas tuan-tuan tanah yang
dengan memakai alasan “Landreform adalah gagasan Partai
Komunis Indonesia” hendak menuntut kembali tanah-tanah yang
telah diredistribusikan kepada para petani penggarapnya dalam
rangka pelaksanaan Landreform; kedua, hal tersebut diatas telah
menimbulkan rasa kekhawatiran dikalangan kaum tani yang
memperoleh redistribusi tanah untuk mengerjakannya, dan pula
telah menimbulkan keragu-raguan pada sementara Panitya
Landreform untuk meneruskan mengkonsekwenkan pelaksanaan
landreform … (Kepmen. Agraria/Ketua Badan Pekerja Panitya
Landreform Pusat No. Sk. 2/Depag/1965).
Majalah Penyuluh Landreform No. 5, November 1968
menceritakan di halaman 23 sebuah dialog antara petani
penerima redistribusi tanah dan tuan tanah pemilik tanah
kelebihan maksimum. Inti dialog antara keduanya adalah,
“pemilik lahan meminta kembali tanahnya, karena dulu
tanahnya diambil akibat program landreform, dan seka-
rang landreform sudah tidak ada lagi, sebab landreform
merupakan program BTI dan PKI. Kini setelah BTI dan
PKI tidak ada maka tanah yang diambil harus dikemba-
131