Page 172 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 172

M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.

                        nya diawali dengan keluarnya Ketetapan MPRS No. IX/
                        MPRS/1966  tentang  Surat  Perintah  Presiden  Sukarno
                        (kemudian  dikenal  Supersemar)  lalu  disusul  dengan
                        Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang  Kabinet
                        Ampera (Keputusan Presidium Kabinet No. 75/U.KEP/11/
                        1966).
                            Pada  saat bersamaan, ketika  proses-proses  politik
                        sedang  berlangsung,  Kementerian  Agraria  tidak  bisa
                        mengerjakan lanjutan dari proyek landreform,  bahkan
                        untuk mempertahankan  yang sudah ada Panitia  Land-
                        reform mengalami kesulitan,  karena panitia landreform
                        di  daerah  banyak mendapat  intimidasi  dan  tuduhan
                        sebagai bagian dari BTI dan PKI. Pada awal bulan Februari
                        1966, Panitia Landreform memberikan instruksi No.  12/
                        P.L.P./1966 kepada Semua Gubernur Kepala Daerah Ting-
                        kat I/Ketua Panitia Landreform Daerah Tingkat I, Semua

                        Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II/Ketua Panitia
                        Landreform Daerah Tingkat II, Semua Ketua BP3L Daerah
                        Tingkat I, Semua Ketua BP3L Daerah Tingkat II di selu-
                        ruh Indonesia. Isi dari instruksi tersebut adalah meminta
                        agar  semua  penguasa  daerah tersebut  mengamankan
                        “Tanah-Tanah Hasil Redistribusi Landreform” 1961-1965.
                        Upaya ini dilakukan oleh Panitia landreform karena akibat
                        ancaman, teror, tuduhan, dan penangkapan-penangkapan
                        tertuduh komunis secara liar di daerah yang tidak bisa
                        lagi dikendalikan oleh negara. Dampak dari peristiwa itu,
                        banyak penerima redistribusi tanah landreform mening-
                        galkan tanahnya baik karena takut, melarikan diri, ditang-
                        kap, dan dibuang ke Pulau Buru, atau dibunuh oleh aksi

                         136
   167   168   169   170   171   172   173   174   175   176   177