Page 199 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 199
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
4. Pembangunan dan pembinaan hukum agraria nasional
dikerjakan terus menerus untuk memberikan kepas-
tian hukum dalam bidang agraria kepada masyarakat
dan penghapusan segala macam bentuk penghisapan.
5. Selain tugas-tugas tersebut di atas, maka hal-hal yang
bersifat rutin yaitu tugas-tugas yang bersangkutan
dengan pemberian hak atas tanah dan pendaftaran ta-
nah sebagai alat pengawasan dan pengamanan pengua-
saan akan dipergiat dan lebih dief isienkan hingga
membawa kemanfaatan yang lebih besar bagi masya-
rakat (Jakarta 12 September 1966, Direktur Jenderal
Agraria dan Transmigrasi, Soejono Soeparto).
Lima tugas pokok yang disampaikan oleh Dirjen Agra-
ria dan Transmigrasi yang baru menjadi pedoman bagi
pelaksanaan kelembagaan agraria di daerah. Jika dicer-
mati, persoalan landreform masih menjadi isu kebijakan
utama dengan sedikit pergeseran dengan mengangkat isu
land use planning sebagaimana tertuang dalam Ketetapan
MPRS 1966 No. XXIII/MPRS/1966 Pasal 31, yakni “Pelak-
sanaan transmigrasi perlu diperhebat dan penyelesaian
landreform/landuse dipercepat (Hamid, 1968). Pada ta-
hun 1966 memang isu land use planning menjadi program
kebijakan baru di Kementerian Agraria dengan tujuan
untuk menata persoalan pertanahan, setelah sebelumnya
secara kelembagaan lewat Keppres No. 33 Tahun 1966
dibentuk Direktorat Landuse. Pasca itu, bahkan beberapa
kali diselenggarakan seminar secara nasional terkait kebi-
jakan tersebut. Yang menjadi konsentrasi Dirjen Agraria
juga penataan hukum pertanahan, hal ini menyangkut
163