Page 194 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 194
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
melekat dalam lembaga kampus tersebut. Benar kata
banyak ahli sejarah dan memori, bahwa membangun
sesuatu dalam proses panjang dan kontinyu akan mela-
hirkan kesan mendalam bagi masyarakat secara luas
(Mosinyan, 2018). Semua orang mengakui, ketika membi-
carakan persoalan tanah maka yang terbayang pertama
kali adalah agraria, begitu juga ketika merujuk pada pen-
didikan agraria, maka referensinya adalah Akademi Ag-
raria. Selain namanya sudah sejalan dengan kementerian
dan kedirjenan, kata agraria sangat strategis di dalam
membangun memori bagi masyarakat. Sayangnya, ketika
terjadi perubahan kelembagaan pada tahun 1989 akibat
perubahan kelembagaan dari Dirjen Agraria di bawah
Kementerian Dalam Negeri menjadi Badan Pertanahan
Nasional, Akademi Agraria ikut berubah menjadi Akademi
Pertanahan Nasional. Setelah itu kembali terjadi peru-
bahan nama pada tahun 1993 menjadi Sekolah Tinggi
Pertanahan Nasional, dari akademi ke sekolah tinggi (DIII
ke DIV).
Perubahan ini sebenarnya relatif disayangkan karena
bisa merugikan lembaga kampus itu sendiri, sebab sudah
dibangun dengan sejarah yang panjang selama puluhan
tahun, namun karena perubahan kelembagaan induknya,
kemudian menggeser pula nama lembaga pendidikannya,
padahal secara tupoksi tidak mengalami perubahan, tetap
mengurusi persoalan agraria/pertanahan. Yang perlu
menjadi perhatian adalah, sebagai sebuah kampus seha-
rusnya memiliki kemandirian di dalam membangun
sistem akademik serta pola yang ingin dibangun, bukan
158