Page 210 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 210
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
Guna Tanah; 2, Direktorat Landreform; 3. Direktorat
Pengurusan Hak-hak Tanah; 4. Direktorat Pendaftaran
Tanah; 5. Sekretariat Direktorat Jenderal Agraria.
Pembeda yang paling tegas adalah persoalan pengu-
rusan landreform yang berhenti sampai tingkat provinsi,
tidak dibuka ruang untuk kembali seperti pada periode
sebelum 1965 yang dibentuk kepanitiaan landreform
sampai tingkat desa, kecuali setelah tahun 1980 lewat
Keppres No. 55 tahun 1980, berada di bawah tanggung
jawab Menteri Dalam Negeri di pusat, gubernur di TK I,
dan tingkat II di bawah tanggung jawab bupati/walikota.
Sayang tidak banyak data yang secara meyakinkan bisa
menjelaskan hadirnya struktur organisasi tersebut yang
memangkas landreform dari tingkat II. Mungkin alasan
traumatik periode lalu yang “menimbulkan” beberapa per-
soalan dan mencoba mengantisipasi agar tidak kembali
terjadi pertarungan perebutan tanah sampai pada level
desa. Namun di sisi lain bisa dilihat dengan jelas, Orde Baru
memang mencoba menghindar melanjutkan proyek land-
reform dengan skema sebelum 1965. Orde Baru mencoba
memperluas skemanya untuk menghindari konflik lang-
sung antar masyarakat. Untuk itu skema yang dibangun
bukan merombak strukturnya, namun meluaskan objek
dan metodenya, salah satunya dengan model transmigrasi.
Sekalipun banyak pihak menilai transmigrasi bukan land-
reform genuine, karena transmigrasi fokus pada pemin-
dahan subjeknya dengan menyediakan objek/lahannya,
sementara landreform berfokus pada penataan pengua-
saan tanahnya agar bisa mengurangi ketimpangan.
174