Page 246 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 246
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
masyarakat; ketiga, terdapat lahan transmigrasi yang
belum diterbitkan HPL-nya, keempat, terdapat HPL yang
terbit berbeda dengan tanah yang guinakan/dimanfa-
atkan masyarakat; kelima, sebagian objek yang dikuasai
masyarakat tidak sesuai dengan peta yang dikeluarkan,
atau terjadi ketidaksesuaian objek dan subjek; keenam,
terdapat perbedaan subjek yang diusulkan oleh Dinas
Transmigrasi di daerah dengan pihak yang menguasai
tanah (telah terjadi peralihan); ketujuh, terdapat perbe-
daan pemahaman pemda setempat atas regulasi terkait
tanah transmigrasi, untuk menerbitkan sertifikat harus
ada rekomendasi bupati atau pemda setempat, padahal
tidak terdapat bukti pelimpahan/penunjukan kewe-
nangan; kedelapan, status tanah berkonflik akibat
makelar, dan para pemain tanah ikut terlibat dengan me-
manfaatkan koperasi sebagai dalih tindakannya; kesem-
bilan, Departemen Transmigrasi (pusat dan daerah) tidak
memiliki dokumen pendukung yang memadai (peta dan
daftar peserta), kesepuluh, terjadi transaksi antara warga
setempat dengan pembeli di bawah tangan, tidak terdapat
bukti transaksi jual beli. Problem tersebut menjadi salah
satu kendala rumitnya penyelesaian tanah transmigrasi
khususnya sisa masa lalu yang sebagian besar belum ber-
hasil diselesaikan hingga saat ini (Salim, 2019).
Pada tahun 2019 muncul terobosan kebijakan untuk
mempercepat penyelesaiannya, dalam penjelasannya,
Direktur Landreform mengatakan, tanah transmigrasi ku-
rang dari lima tahun maka penyelesaiannya wajib terlebih
dahulu dilakukan sertipikasi HPL induknya, baru kemu-
210