Page 247 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 247
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
dian disertipikasi perbidang untuk masyarakat yang
menguasai sesuai bukti yang ada. Sementara untuk lahan
transmigrasi yang lebih dari lima tahun maka bisa dilaku-
kan pensertifikatan langsung melalui usulan Dinas Trans-
migrasi setempat dan rekomendasi bupati. Dalam prak-
tiknya, kemudahan tersbeut menemui banyak kendala,
karena Dinas Transmigrasi setempat mengalami kesulitan
mengidentifikasi objek dan subjek sesuai dengan data
yang dimiliki. Artinya, muncul problem lainnya yakni basis
data yang tidak dimiliki oleh Dinas Transmigrasi, baik
objek, subjek, peta, dan persil-persilnya sehingga masih
sulit untuk diselesaikan.
3. Proyek Legalisasi Aset Massal Pertama, 1981
Lebih kurang 15 tahun sejak peristiwa 1965, kelemba-
gaan agraria lebih banyak mengurus landreform, tata
guna tanah, dan transmigrasi. Kini saatnya persoalan pen-
daftaran tanah menjadi isu utama, karena persoalan hak
atas tanah selain perintah UUPA Pasal 19, juga satu-sa-
tunya cara untuk menyelesaikan penataan dan persoalan
konflik tanah. Dengan status hak yang jelas, maka konflik
tanah dapat diminimalisir. Oleh karena itu, penyelesaian
administrasi pertanahan dalam hal ini pendaftaran tanah
harus menjadi program utama Dirjen Agraria.
Terkait hal itu, pada tahun 1981 Pemerintah lewat
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 189 Tahun 1981
meluncurkan sebuah program baru yakni Proyek Operasi
Nasional Agraria (PRONA). Dalam pertimbangan pera-
turan dikatakan: “dalam kerangka pelaksanaan Catur
211