Page 251 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 251
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
kung para teknokrat handal sebagai pendukung utama
Orde Baru, seperti Habibie, Widjoyo Nitisastro, Emil
Salim, Sumitro Djoyohadikusumo, dan tokoh-tokoh hebat
lainnya.
Pada periode ini juga, 1988 akibat dari masifnya
pembangunan, khususnya di Jawa kelembagaan agraria
kemudian diubah menjadi setingkat menteri, dari Dirjen
Agraria berubah menjadi Badan Pertanahan Nasional le-
wat Keppres No. 26 tahun 1988. Dalam konsiderans pertim-
bangan perubahannya disebutkan: “meningkatnya kebu-
tuhan, penguasaan, dan penggunaan tanah terutama
untuk kepentingan pembangunan (Rachman, 2017),
meningkat pula permasalahan yang timbul di bidang
pertanahan; bahwa sehubungan dengan hal tersebut un-
tuk dapat menyelesaikan permasalahan di bidang perta-
nahan secara tuntas, dipandang perlu meninjau kembali
kedudukan, tugas, dan fungsi Direktorat Jenderal Agraria
Departemen Dalam Negeri, dan meningkatkannya men-
jadi suatu lembaga yang menangani bidang pertanahan
secara nasional”. Pertimbangan ini memperjelas agenda
pemerintah sebagaimana dituangkan dalam Repelita, yak-
ni proses dan tahapan pembangunan yang ingin dicapai.
Artinya, periode 1980an dan seterusnya, Indonesia diang-
gap siap menuju tinggal landas menuju negara yang lebih
modern dan maju.
Keppres di atas mengkonfirmasi, bahwa periode 1980-
an adalah periode kebutuhan akan tanah terus meningkat
dan menjadi krusial dalam rangka mendukung pem-
bangunan pemerintah Orde Baru. Perubahan kelem-
215