Page 271 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 271
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
rakat melakukan pensertifikatan tanahnya.
Pensertifikatan tanah melalui PRONA yang notabene
merupakan gagasan dari pemerintah ini dirasakan lebih
menguntungkan dibanding dengan pensertifikatan yang
dilakukan secara individu. Keuntungan tersebut, antara
lain, adanya subsidi dari pemerintah yang membuat biaya
yang harus mereka keluarkan untuk pensertifikatan jauh
lebih murah dibandingkan dengan standar biaya yang
ada. Selain itu proses penerbitan sertifikat menjadi lebih
cepat, karena sesuai dengan waktu proyek yang telah dite-
tapkan. Namun tidak bisa dipungkiri, banyak juga ditemui
di lapangan, proses penerbitan sertifikat terbengkalai bah-
kan bertahun-tahun tidak terselesaikan dengan berbagai
alasan (Fuad & Erowati, 2019).
Proses penerbitan sertifikat, melalui PRONA pada
dasarnya sama dengan penerbitan sertifikat atas kemauan
masyarakat sendiri. Perbedaannya, jika permohonan
sertifikat melalui PRONA, kepala desa membantu dalam
mengkoordinir penyerahan data fisik dan yuridis sekali-
gus mengurus persyaratan yang dibutuhkan untuk per-
mohonan pensertifikatan tanahnya, sehingga pemohon
tidak harus datang ke kantor pertanahan. Sedangkan un-
tuk permohonan sertifikat kehendak sendiri, selain harus
datang langsung ke kantor pertanahan, pemohon juga
harus membayar biaya yang lebih mahal karena tidak
mendapat subsidi dari pemerintah.
Selain bersumber dari APBN dan APBD, pembiayaan
PRONA juga dimungkinkan untuk kegiatan PRONA
Swadaya. Adapun pengaturannya pada saat itu diatur
235