Page 340 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 340

M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.

                        kawasan hutan, akan tetapi semangatnya pada periode
                        tersebut  ketika dibentuk  pada  tahun  2017  lebih  pada
                        menyelesaikan persoalan  teknis  secara parsial,  bukan
                        penyelesaian holistrik problem hulu dan hilirnya. PPTKH
                        dibentuk dengan Perpres No. 88 Tahun 2017 sementara
                        GTRA dibentuk Perpres  No. 86 Tahun 2018,  keduanya
                        secara terpisah  dikelola  oleh masing-masing  lembaga
                        namun penyelesaian persoalannya dilakukan oleh kedua
                        pihak (Salim et al., 2021; Salim & Utami, 2019).
                            Tujuan  hadirnya GTRA di  Kementerian  ATR/BPN
                        merupakan sebuah kebijakan politik yang menarik dalam
                        kerangka untuk mempercepat penyelesaian  persoalan
                        reforma agraria. Semangat yang dibangun atas hadirnya
                        lembaga ini sebenarnya mirip dengan kelembagaan land-
                        reform tahun 1961 ketika Sukarno lewat Keppres 131/1961
                        membentuk kepanitian landreform. Bedanya GTRA hanya

                        sampai  level kabupaten/kota,  sementara panitia  land-
                        reform sampai tingkat desa. Tentu penggagas peraturan
                        tidak menginginkan trauma masa lalu bangkit lewat GTRA
                        yang sampai level desa, sekalipun hal itu belum tentu akan
                        menimbulkan persoalan, karena beda generasi dan zaman
                        tentu akan menghasilkan sesuatu yang berbeda pula.
                            Pembentukan GTRA sesuai amanat  Perpres No. 86/
                        2018 yang struktur kelembagaannya lintas sektor, karena
                        melibatkan banyak stakeholder. Di level kabupaten/kota,
                        GTRA dipimpin oleh bupati/walikota dan provinsi oleh
                        gubernur. Jabatan pimpinan daerah sebagai simbol dalam
                        pimpinan GTRA satu sisi sesuai perintah perpres di atas,
                        karena bupati/walikota dianggap  sebagai pemilik objek

                         304
   335   336   337   338   339   340   341   342   343   344   345