Page 341 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 341
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
dan subjek di daerah, namun disisi lain setelah terbentuk
lebih kurang empat tahun, keberadaan GTRA dianggap
kurang efektif dalam menjalankan kebijakan RA, karena
persoalan koordinasi dan komunikasi antar stakeholder.
Kondisi tersebut membutuhkan alternatif-alternatif solusi
agar jalannya GTRA di daerah lebih efektif dan mampu
bergerak secara cepat untuk menjawab berbagai persoalan
ketimpangan penguasaan lahan.
Fakta di lapangan, GTRA sebagai sebuah lembaga
memang relatif baru, dan pekerjaan yang dilakukan lebih
banyak membangun dan menyiapkan infrastruktur pada
level kabupaten kota, namun kelembagaan yang sudah
terbentuk harus diakui belum bekerja secara cepat. Bebe-
rapa komunikasi penulis dengan GTRA di daerah, prob-
lem utamanya masih seputar koordinasi antar sektor yang
masih terkendala. Bupati sebagai pimpinan GTRA tidak
berupaya untuk mendelegasikan pada pihak lain untuk
membangun komunikasi secara intensif, padahal sebagai
penguasa daerah, bupati adalah sosok yang paling sibuk
dengan pekerjaan hariannya yang padat, hal itu menye-
babkan GTRA relatif terpinggirkan. Padahal kerja-kerja
penataan, penyelesaian konflik, dan pemetaan potensi RA
menjadi tanggung jawab GTRA.
Sejauh ini, rapat koordinasi GTRA seharusnya menja-
di agenda rutin bulanan, namun dalam praktiknya tidak
semua berhasil dilaksanakan. Sementara dari sisi anggaran,
sebenarnya Kementerian ATR/BPN sangat mendukung,
tinggal bagaimana koordinasi antar stakeholder yang
terlibat bisa lebih efektif dijalankan. Persoalan lain tam-
305