Page 342 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 342
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
paknya juga muncul keraguan, karena sejauh ini GTRA
tidak memiliki tempat atau sekretariat bersama yang
ditetapkan sebagai bagian dari koordinasi kerja secara
bersama sama. Idealnya pada level kabupaten, sekretariat
disediakan oleh bupati/walikota sebagai pimpinan wilayah
kabupaten dan gubernur sebagai pimpinan provinsi,
namun sejauh ini hal tersebut belum terpikirkan secara
memadai. Bebebrapa kabupaten berinisiatif untuk meja-
dikan dinas tertentu sebagai sekretariat bersama. Yang
ada sejauh ini baru tim supporting GTRA (konsultan) yang
ditempatkan di Kantor Wilayah ATR BPN RI, karena Kepa-
la Kantor Wilayah ATR/BPN statusnya sebagai ketua pelak-
sana harian, begitu juga persoalan pendanaan juga dise-
diakan oleh Kanwil ATR/BPN.
Setelah lebih kurang 4 tahun GTRA dibentuk di se-
mua provinsi dan 170an di kabupaten/kota, kelembagaan
dan infrastruktur GTRA masih mengandalkan Kemen-
terian ATR/BPN untuk menjalankan roda organisasi.
Beberapa catatan Dirjen Penataan Agraria sebagaimana
dalam laporan tahunannya, beberapa GTRA di wilayah
Indonesia bagian timur cukup memberikan harapan, bah-
kan progresnya cukup signifikan di dalam menunjukkan
capaiannya. Dalam laporan kinerjanya, penyelesaian
konflik dan redistribusi tanah kepada masyarakat telah
dijalankan. Namun, dalam banyak wilayah, GTRA masih
belum cukup dipahami sebagai sebuah lembaga yang ha-
rus menyelesaikan persoalan di daerah dengan melibatkan
semua stakeholder. Problem ini terasa sekali dan berakibat
pada rendahnya perhatian dan kepedulian para pejabatnya
(Salim, Utami, et al., 2021).
306