Page 349 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 349
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
untuk menjawab tantangan pada masa E-Governance
(Electronic Governance), T-Governance (Transformatio-
nal Governance), dan A-Governance (Adaptive Governan-
ce). Tuntutan terbesarnya adalah mampu melakukan
perubahan tata kelola pelayanan pertanahan dari E-Gov-
ernance (otomatisasi proses pelayanan pertanahan) me-
nuju T-Governance (transformasi struktural, kultural
maupun digital) yang tidak hanya menitikberatkan pada
otomatisasi proses pelayanan pertanahan saja, tetapi juga
transformasi proses bisnis layanan pertanahan serta orga-
nisasinya, sehingga mendorong berlakunya A-Governance
(adaptasi kebijakan dan kompetensi) dengan mengadopsi
penerapan sistem informasi dan teknologi (Kementerian
ATR/BPN, 2020a; Söderström et al., 2021).
E-Governance mengarahkan Kementerian ATR/BPN
untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, reliabilitas dan
akuntabilitas sistem pelayanan pertanahan berbasis digi-
tal. Kemudian T-Governance meminta Kementerian ATR/
BPN agar dapat meningkatkan keterlibatan dan keterhu-
bungan para pihak khususnya pada sistem pelayanan
pertanahan. Sementara A-Governance menuntut Kemen-
terian ATR/BPN untuk menjadikan pengelolaan sistem
elektronik yang digunakan dalam layanan pertanahan
selalu siap dalam segala kondisi dengan lebih resilient
terhadap adanya gangguan baik terduga maupun tak
terduga. Untuk menghadapi tantangan-tantangan ter-
sebut Kementerian ATR/BPN kemudian merumuskan
strategic goals yang dapat dilihat pada gambar berikut
ini:
313