Page 65 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 65
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
studi ini melihat sebuah periode pasca perang Indonesia
Belanda, yakni perjanjian dan kesepakatan yang dibangun
dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949 di Den
Haag. Kesepakatan KMB bagi Indonesia sangat krusial
karena dampak KMB 1949 sangat penting bagi perjalanan
sejarah kelembagaan agraria Indonesia.
A. Kelembagaan Agraria masa Kolonial dan Hak atas
Tanah sebelum lahirnya UUPA
1. Persoalan Agraria masa Kolonial
Lahirnya UUPA atau hukum agraria nasional telah
menghapus sistem hukum Eropa, dan sejak saat itu pula,
hak atas tanah yang merupakan warisan kolonial tidak
berlaku. Akan tetapi UUPA memberi ruang selama dua
puluh tahun agar hak-hak lama (Barat) bisa diselesaikan,
supaya tidak menjadi kerikil bagi hukum nasional dalam
pengaturan persoalan tanah. Secara spesifik, pada masa
kolonial kita mengenal dua aturan hukum terkait tanah
yang tunduk pada hak-hak Barat dan Hak Adat Nusantara
(Hindia Belanda). Dua golongan ini berlaku di Hindia
Belanda sebagai hukum yang mengatur tanah sampai
lahirnya UUPA 1960. Tentu saja Hak Barat tunduk pada
hukum yang berlaku bagi golongan Eropa atau tunduk
pada hukum Eropa, termasuk golongan Tionghoa dan
Arab (Vreemde Oosterlingen/Timur Asing). Hak-hak Barat
yang kita kenal selama ini dengan sebutan Eigendom (hak
milik), Partikelir (hak pertuanan), Erfpacht (hak penge-
lolaan perkebunan), Opstal (perumahan), Gebruik (hak
pakai), dan Beheer (hak menguasai/pengelolaan). Semen-
29