Page 67 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 67

Politik Kelembagaan Agraria Indonesia

                          tanah yang dimanfaatkan dan dikuasai oleh orang Eropa
                          dan sekutu bisnisnya, termasuk yang diatur dalam Agra-
                          rische Wet 1870 terkait tanah-tanah perkebunan skala luas.
                          Jadi, pada periode  kolonial (sejak  masa VOC),  istilah
                          kadaster sudah dikenal dan digunakan oleh pemerintah
                          kolonial untuk mendaftarkan tanah-tanah Eropa (Penyu-
                          luh Landreform dan Agraria, No. 1 & 2, 1974). Pada periode
                          berikutnya kemudian terbit hak-hak Barat sebagaimana
                          dijelaskan di atas, seperti eigendom, erfpacht, dan  hak
                          lainnya.
                              Menurut Hermanses sebagaimana dikutip Sumarja,
                          pendaftaran tanah di Indonesia sebelum lahirnya  UUPA
                          dibedakan dalam periode perkembangan: perkembangan
                          kadaster dan perkembangan pendaftaran hak. Dua perio-
                          de sejarah tersebut memunculkan perkembangan kadas-

                          ter di Indonesia dalam 3 fase: pra-kadaster (tahun 1620-
                          1837); kadaster lama (tahun 1837-1875); dan kadaster baru
                          (setelah tahun  1875). Masih  menurut Sumarja  dengan
                          mengutip Huls membagi sejarah perkembangan kadaster
                          di  Indonesia  dalam  tiga periode:  periode  kacau  balau
                          (sebelum  tahun  1837);  periode  ahli  ukur  pemerintah
                          (periode van de Gouvernements-landmeters tahun 1837-
                          1875); periode Jawatan Pendaftaran Tanah (periode van
                          de Kadaster Dienst, sesudah tahun 1875). Disebut periode
                          kacau balau, karena pada masa itu kadaster dilaksanakan
                          tidak semestinya, sehingga daftar  dan peta-peta tanah
                          hasil pengukurannya kacau balau dan tidak dapat diya-
                          kini akurasinya. Barulah pada periode berikutnya ketika
                          ahli ukur sudah mulai didatangkan ke Hindia Belanda,

                                                                              31
   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72