Page 68 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 68
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
hasil dari kadaster untuk menerbitkan hak lebih akurat
dan bisa dipertanggungjawabkan.
Menyitir pendapat Sumarja (2010) dan laporan
Majalah Penyuluh Landreform dan Agraria No. 1-4 tahun
1974, sekalipun pendaftaran tanah hanya dikenal dalam
tanah-tanah yang dikuasai oleh Eropa, Indonesia juga
mengenal sistem kadaster untuk mendaftarkan tanah
masyarakat. Di beberapa wilayah telah diselenggarakan
kadaster dengan mekanisme hak adat berdasarkan hukum
adat atau peraturan penguasa setempat, di antaranya:
1. Kadaster mengenai tanah-tanah Subak di Bali yang dise-
lenggarakan oleh pengurus Subak berdasarkan hukum
adat setempat;
2. Penyelenggaraan Kadaster di Kepulauan Lingga,
dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Sultan
Sulaiman. Sistem yang digunakan pada masa itu adalah
sistem buku tanah (grondboek stelsel). Kadaster ini
telah dihapuskan oleh pemerintah kolonial pada tahun
1913; Berikutnya adalah kadaster mengenai tanah
dengan hak grant di Sumatera Timur, seperti Grant
Controleur yang mirip dengan Belanda pada pendaf-
taran erfpach. Sistem ini hanya berlaku di Gemeente
Medan. Sementara sistem haknya yang digunakan ada-
lah sistem buku tanah (grondbook stelsel);
3. Selain itu terdapat juga kadaster yang dijalankan di
Yogyakarta berdasarkan peraturan Sultan Yogyakarta
sebagaimana dimuat dalam Rijkblad Kesultanan No.
13 Tahun 1926 yang juga menggunakan sistem buku
32