Page 70 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 70

M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.

                        bawah  Gubernur Jenderal Willem Daendels (1800-1811)
                        telah melakukan transaksi jual beli tanah dengan pebisnis
                        Cina,  Eropa, dan Arab dengan  istilah tanah partikelir.
                        Tanah partikelir adalah tanah hak eigendom yang memiliki
                        sifat  khusus,  karena  beberapa  keistimewaan  bagi
                        pemegang haknya. Pemilik tanah partikelir sama dengan
                        hak pertuanan, memiliki keistimewaan dalam tanah yang
                        dikuasai, mirip negara, karena pemilik bisa memanfaatkan
                        bukan hanya tanah tetapi semua yang ada di atas tanah
                        tersebut, termasuk orang-orang atau penduduk desa yang
                        ada di atasnya. Kebijakan yang tidak adil tersebut kemu-
                        dian memunculkan konflik dan perlawanan di beberapa
                        wilayah  karena  diterapkannya  kerja  rodi,  pajak,  dan
                        eksploitasi lainnya (Imadudin, et al., 2012; Siswantari, 2016;
                        Sopianna et al., 2020).

                            Tanah partikelir merupakan pengalaman buruk bagi
                        Indonesia karena sistem pertuanan ini bagi pemiliknya
                        memiliki beberapa kewenangan: hak untuk mengangkat
                        atau mengesahkan kepemilikan serta memberhentikan
                        kepala kampung/desa; hak untuk menuntut kerja paksa
                        (rodi) atau memungut uang pengganti kerja paksa bagi
                        penduduk; hak mengadakan  pungutan hasil  pertanian
                        penduduk; hak mendirikan pasar; hak memungut biaya
                        pemakaian jalan; hak memotong rumput untuk keperluan
                        tuan tanah, dan hak lainnya. Karena sifat dari tanah parti-
                        kelir yang merugikan dan bertentangan dengan asas ke-
                        adilan, maka pada tahun 1958 lewat UU No. 1 Tahun 1958
                        tanah partikelir dihapuskan oleh pemerintah Indonesia
                        (Santoso, 2009, 2015).

                         34
   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75