Page 72 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 72
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
hanya lima tahun berkuasa di Hindia Belanda, sehingga
kekuasaan kolonial kembali lagi di tangan Belanda dan
kekuasaan tanah dengan sistem feodal di pedesaan Jawa
kembali ke tangan para raja.
Pasca kekuasaan Raffles yang dianggap merugikan
Pemerintah Kolonial Belanda kemudian beralih ke tangan
Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch (1830). Perio-
de ini semacam periode dendam untuk mengembalikan
periode lima tahun yang hilang bagi Belanda, karena van
den Bosch kemudian menerapkan ide jauh lebih gila yakni
tanam paksa (cultuurstelsel) yang kemudian gagasan
gilanya diwariskan hingga 40 tahun ke depan. Tanam
paksa adalah kebijakan untuk menanam tanaman tertentu
khususnya tanaman ekspor untuk pasar Eropa seluas 20%
dari tanah yang menjadi garapan penduduk atau menger-
jakan 20% di tanah Pemerintah Kolonial. Tanaman ekspor
tersebut memiliki nilai tinggi, di antaranya adalah gula,
indigo (nila), teh, tembakau, kayu manis, dan kapas. Ta-
naman ini sangat mahal harganya di pasar Eropa, sehing-
ga dengan menanam komoditi tersebut, Belanda bisa
menghasilkan kekayaan berkali lipat dari periode sebe-
lumnya. Jalannya sistem tanam paksa dikontrol langsung
oleh mandor-mandor tunjukan Belanda, sehingga semua
petani tidak bisa luput dari kebijakan tersebut. Kebijakan
ini bukan hanya menyengsarakan bagi petani Hindia
Belanda namun juga banyak menimbulkan korban, kare-
na gaya eksploitasinya benar-benar dirasakan langsung
oleh warga dan tidak ada ruang untuk melakukan perla-
wanan. Sebuah periode kelam yang berlangsung lebih dari
36