Page 252 - Transformasi Masyarakat Indonesia dan Historiografi Indonesia Modern
P. 252
Transformasi Masyarakat Indonesia...
menggunakan gelar: Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati
Ingalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kalipatullah. Sementara
Pakubuwana III, di pihak lain, disebutkan meneruskan penggu-
naan gelar yang sebelumnya telah digunakan oleh pendahulu-
nya, Pakubuwana I (1703 1719), yaitu Kangjeng Susuhunan Pakubu-
4
wana Senapati Ingalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama. Semen-
jak itu pula muncul adanya perbedaan gelar antara kedua raja
di Jawa tersebut. Mangkubumi memilih gelar Sultan, dan meng-
gunakan nama Hamengkubuwana dengan dilengkapi gelar Kali-
patullah, yang kemudian menjadi salah satu ciri khas Kraton
Yogyakarta. Sementara pihak Kraton Surakarta lebih suka meng-
gunakan sebutan Susuhunan dengan nama Pakubuwana tanpa
adanya tambahan gelar Kalipatullah seperti yang dimiliki oleh
Sultan Yogyakarta. Apakah makna dibalik dari penyebutan nama
dan gelar tersebut?
Sebutan Sultan, Hamengkubuwana, Senapati Ingalaga, Ngab-
durahman Sayidin Panatagama, dan Kalipatulah pada hakekatnya
bukanlah sebutan tanpa makna, melainkan benar-benar merupa-
kan representasi simbolik dan filosofis dari kerangka pemikiran
konseptual tentang raja, kerajaan, keagamaan (divinity), dan ke-
budayaan menurut pandangan dunia kebudayaan Jawa-Islam.
Gelar sultan merupakan tanda bahwa raja di Kraton Yogyakarta
adalah seorang penguasa Muslim.
Gelar sultan secara umum digunakan para penguasa Islam
baik di Asia Barat maupun di Dunia Melayu atau di Asia Teng-
gara seperti pada Kerajaan Islam Demak, Cirebon dan Banten
pada abad ke-16-17. Sultan Agung (1613-1645), Raja Mataram
Islam terkemuka dan nenek moyang raja-raja Kerajaan Surakarta
dan Yogyakarta, disebutkan menerima gelar sultan dari Mekah
sebagai tanda pengakuan atas kedudukannya sebagai penguasa
Islam di Jawa.
Nama Hamengkubuwana merupakan simbolisasi dari tugas
4 Ibid.
231