Page 63 - Transformasi Masyarakat Indonesia dan Historiografi Indonesia Modern
P. 63
Djoko Suryo
bangsa terjadi pergulatan dan pergumulan antara kekuatan-
kekuatan integratif dan disintegratif. Akan tetapi kekuatan
integratif sering terjadi menjadi penentu yang terakhir. Sebagai
contoh dapat ditunjukkan bahwa perluasan kekuasaan kerajaan
Majapahit pada abad ke 13-14 telah membawa dampak integrasi
spasial dan kultural, akan tetapi juga telah membawa akibat
disintegrasi kekuasaan kerajaan-kerajaan lokal. Kecenderungan
yang sama terjadi pada masa kolonial. Pendirian supremasi Pax
Neerlandica, melalui perang dan perjanjian penyerahan wilayah,
yang dilakukan oleh pemerintah kolonial, juga telah membawa
akibat ganda yaitu integrasi dan disintegrasi. Pada satu pihak,
wilayah Kepulauan Nusantara disatukan dalam supremasi
Negara Kolonial Nederlandsch Indie, pada pihak lain, negara-
kerajaan lokal mengalami keruntuhan. Demikian pula halnya,
penetrasi sistem politik, ekonomi, dan kultural yang dilancarkan
oleh pemerintah Belanda sejak abad ke 19 membawa dampak
yang mendalam dalam proses disintegrasi dan diskontinuitas
masyarakat tanah jajahan. Penetrasi politik kolonial melalui pros-
es birokratisasi telah membawa disintegrasi kekuasaan penguasa
lokal tradisional sehingga mengakibatkan ketegangan dan
konflik antara penguasa lokal yang tergeser dan penguasa Barat.
Timbulnya peristiwa pergolakan dan perang di daerah wilayah
kekuasaan pemerintah Belanda pada abad ke 19, pada dasarnya
memuat alasan tersebut. Tidak berbeda dengan penetrasi politik,
penetrasi ekonomi kapitalistik Barat yang diperkenalkan melalui
berbagai sistem, seperti sistem Pajak Tanah (Landrente), Sistem
Tanam Wajib (Cultuurstelsel), dan Sistem Perkebunan (Onderne-
mingen), sistem persewaan (Verpachtingen) serta sistem monopoli
komoditi (meneruskan sistem VOC, Vereenigde Oost Indische Com-
pagnie) membawa kemerosotan perekonomian dan ikatan kema-
syarakatan pedesaan. Sebagai akibat pengenalan sistem pere-
konomian kapitalistis yang eksploitatif, banyak timbul kete-
gangan, keresahan dan krisis di lingkungan masyarakat pede-
saan, sehingga menurut Sartono Kartodirdjo selama abad ke 19
42