Page 117 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 117
M. Shohibuddin & M. Nazir S (Penyunting)
(Ridell, 1987; Panesar, 2001). Meskipun demikian, apa yang
dinamakan hak itu sesungguhnya adalah manifestasi dari relasi
sosial dan kekuasaan di dalam komunitas yang bersangkutan.
Oleh sebab itu, ‘a bundle of powers’ adalah sesuatu yang secara
faktual akan sangat menentukan corak dan pelaksanaan hu-
bungan hukum tersebut (Ribot dan Peluso, 2003). Inilah yang
perlu menjadi pijakan dalam memahami sistem tenurial.
Sistem tenurial lokal merupakan pranata dan praktik
penguasaan tanah dan sumber daya yang dijalankan oleh
sekelompok orang yang membentuk komunitas baik dikenal
dengan nama masyarakat adat ataupun tidak. Pada kelom-
pok yang secara kategoris dipandang sebagai masyarakat
adat, sistem tenurial ini muncul dalam berbagai sebutan
seperti halnya ‘ulayat’ di Sumatera Barat, ‘petuanan’ di
Maluku, ‘marga’ di Lampung, ‘simpukng’ pada masyarakat
Benuaq di Kalimantan Timur, dan lain sebagainya. Semen-
tara itu, pada kelompok masyarakat lain yang umumnya
merupakan komunitas migran, pada beberapa kasus, juga
mempunyai sistem tenurial yang khas. Sekelompok masya-
rakat migran Jawa-Sunda di Lampung, misalnya, juga mem-
punyai dan mengembangkan pranata penguasaan tanah dan
sumber dayanya sendiri yang sebagian besar dibawa dari
pranata di daerah asal namun mengadopsi pula beberapa
elemen dari sistem tenurial di daerah baru. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat migran itu tidak selamanya
merupakan masyarakat yang nir-pengaturan dalam hal
penguasaan tanah dan sumber daya.
Beragamnya nama dari sistem tenurial lokal itu sesung-
guhnya tidak mengingkari adanya kesamaan ciri-ciri dari
sistem tersebut. Dapat disebutkan diantaranya adalah:
70