Page 120 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 120
Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria 2006-2007
menuju ke suatu lokasi. Demikian pula setelah habis pa-
nen, warga komunitas bebas mengambil sisa-sisa buah
yang tidak dipetik pemiliknya. Hal ini sering dipahami
sebagai kondisi tumpang-tindih antara kepemilikan
publik dan privat dalam sistem tenurial lokal. Namun,
sebenarnya tidaklah demikian. Konsepsi lokal tentang
kepemilikan memasukkan kepentingan publik, pada
derajat tertentu, inheren dalam kepemilikan individual.
Ini merupakan pengejawantahan dari fungsi sosial tanah
yang juga diatur oleh UUPA. Selain itu, pada beberapa
komunitas, pemisahan ranah publik dan privat itu tidak
ditentukan oleh batas tanah tetapi oleh waktu. Pranata
dan praktik leles kopi pada masyarakat Jawa-Sunda di Lam-
pung, misalnya, menunjukkan bahwa sisa-sisa buah kopi
yang tidak dipanen lagi oleh pemiliknya dianggap sebagai
barang publik. Setiap orang bebas mengambil. Namun
terhadap kopi yang belum dipanen oleh sang pemilik,
tetapkah menjadi milik privat dari si pemilik tersebut.
• Ada batas yang jelas (biasanya berupa tanda-tanda
alam) terhadap wilayah komunal dimana tanah dan
sumber daya alam berada, batas mana memperoleh
pengakuan dari komunitas lain. Dengan demikian,
klaim penguasaan tanah yang diajukan oleh komunitas-
komunitas lokal itu bukanlah klaim yang tidak jelas
sebagaimana sering diasumsikan selama ini. Anggota
komunitas dan kelompok-kelompok lain di luar komu-
nitas tersebut biasanya saling mengetahui batas wilayah
masing-masing.
• Ada pranata yang mengatur tentang penguasaan,
pemanfaatan dan konservasi tanah dan sumber daya
73