Page 95 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 95
M. Shohibuddin & M. Nazir S (Penyunting)
sumberdaya pemerintah, swasta dan teknologi yang ada –
mungkin juga ditambah oleh boikot negara-negara industri
Barat terhadap Indonesia yang mengambil sikap pro-keman-
dirian Dunia ke III – belum mampu memanfaatkan sumber-
daya alam tersebut secara modern dan besar-besaran.
Konflik-konflik agraria yang terjadi di kawasan perke-
bunan pada masa pemerintahan Sukarno dikompensir oleh
gerakan land-reform yang dilansir pemerintah pada awal
tahun 1960an. Sedangkan konflik-konflik agraria yang
berkepanjangan dan memiliki dampak nasional terjadi justru
akibat dari program land-reform dan pencerminan dari
konflik diantara elite berkuasa mengenai strategi politik-
ekonomi Indonesia kedepan: suatu strategi yang lebih popu-
lis dan sosialistik atau strategi kapitalistik liberal. Sejarah mem-
perlihatkan bahwa elite politik yang menjagoi strategi ekono-
mi politik terakhir yang meraih kemenangan, dengan kon-
sekwensi besar terhadap proses perkembangan struktur pengu-
asaan dan sistim exploitasi smberdaya agraria di Indonesia.
Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa rezim Orde Baru
dengan pemerintahan otoritarian dan strategi ekonomi lib-
eral (note on kapitalisme semu), memperkuat kekuasaan
negara thd. SDA untuk kepentingan modal besar.
Hal ini paling nyata di luar Jawa dimana Hak Menguasai
Negara di dalam konteks politik ekonomi yang baru menjadi
instrumen negara untuk mengelola sumberdaya alam bagi
kepentingan suatu sistim “kapitalisme semu”. Salah satu
konsekwensinya adalah didefinisikannya hampir 70% dari
daratan Indonesia sebagai kawasan hutan. Suatu langkah
yang tidak diambil melalui proses mendasar dari bawah,
berdasarkan kondisi riil pada tataran lokal dan konsepsi
48