Page 155 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 155

Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan  143


                  Kemudian pada bulan April 1947, diadakan lagi pertemuan antara
              beberapa ahli ekonomi untuk merinci lebih lanjut cara pembangunan
              ekonomi yang telah  dicetuskan  oleh  Menteri Kemakmuran  A.K
              Gani. Berangkat  dari pertemuan  tersebut  kemudian  Pemerintah
              membentuk Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang dipimpin oleh Wakil
              Presiden Mohammad Hatta. Panitia ini bertugas untuk mempelajari
              dan  memberikan  bahan  guna  menyusun   kebijakan  pemerintah
              serta merencanakan pembangunan ekonomi. Panitia ini dibagi atas
              delapan  bagian  yang masing-masing bertugas  untuk  mempelajari
              masalah-masalah seperti: (i) ekonomi umum, (ii) perkebunan, (iii)
              industri, pertambangan dan minyak bumi, (iv) hak milik asing, (v)
              keuangan, (vi) listrik, kereta  api dan  trem, (vii) perburuhan, dan
              (viii) masalah-masalah yang terjadi di daerah pendudukan Belanda.

              Adapun   hasil pemikiran  dan  penelitian  panitia  ini dituangkan
              dalam Dasar Pokok dari Rancangan Ekonomi Indonesia. 28  Prioritas
              utamanya  bukan  lagi ekonomi ekspor  sebagaimana  masa  kolonial,
              pemerintah  memilih  memacu  dan  meningkatkan  daya  beli rakyat
              sebesar-besarnya. Strategi yang ditempuh untuk mencapai prioritas
              tersebut  dengan  mengintensikan  usaha  produksi  dalam  negeri,
              meningkatkan  kesejahteraan  hidup, mempertinggi kecakapan  dan
              kecerdasan rakyat, dan meningkatkan hubungan luar negeri. 29

                  Pendek  kata, semua  lahan  perkebunan  telah  digarap  ulang
              oleh  masyarakat  perkebunan  dengan  pemerintah  baru. Semua
              pemukiman   orang-orang Eropa  di Jember  tidak  ada  penghuninya.
              Rumah-rumah pribadi yang mengisi ruas-ruas jalan utama di Jember
              kosong. Hotel yang terletak di sekitar alun-alun kota Jember tempat
              orang menginap juga tinggal sebagai bangunan kosong. Begitu juga


              28  Akan  tetapi rencana  ini belum  sempat  dilaksanakan  karena  situasi
                  politik yang belum tidak kondusif. Terlebih lagi setelah adanya agresi
                  militer  Belanda  pertama  pada  Juli 1947 di Indonesia  serta  pecah



                  peristiwa Madiun 1  Bisuk   Industrialisasi, hlm. 138-40.
              29  Bondan Kanumoyoso, Nasionalisasi  Perusahaan  Belanda  di  Indonesia
                  (Jakarta: Sinar Harapan, 2001), hlm. 5.
   150   151   152   153   154   155   156   157   158   159   160