Page 154 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 154

142   Tri Chandra Aprianto


            berinisiatif  tetapi juga  berpartisipasi dalam  penataan  ulang atas
            tanah-tanah  perkebunan  serta  pengelolaan  industri perkebunan
            yang mendapat dukungan dari berbagai organisasi sosial-politik.
                Tindak lanjut dari dua konferensi tersebut Menteri Kemakmuran
            A.K. Gani berinisiatif  membentuk  Badan  Perancang Ekonomi
            (Planning Board), yang bertugas menyusun rencana pembangunan
            ekonomi jangka  pendek  2-3 tahun  dan  jangka  panjang  (Rencana

            Pembangunan Sepuluh Tahun). Adapun rencana tersebut adalah: (i)
            pengambilalihan seluruh bangunan perkebunan dan industri bekas
            milik  pemerintah  Belanda; (ii) menasionalisasi seluruh  bangunan
            dan gedung milik asing yang dianggap vital dengan cara pembayaran
            ganti rugi; (iii) menyita perusahaan milik Jepang sebagai ganti rugi
            akibat Perang; (iv) mengembalikan perusahaan Belanda kepada yang
            berhak  setelah  diadakan  perjanjian  antara  pemerintah  RI dengan
            Belanda; (v) pemerintah membuka kesempatan penanaman modal
            asing di Indonesia; dan (vi) tanah-tanah partikelir akan dihapus. 25

                Pada tahun-tahun yang hampir bersamaan terdapat pula proses
            penyiapan langkah-langkah awal percobaan landreform (1946), yakni

                                                         26
            adanya upaya menghapus lembaga desa perdikan.  Melalui UU No.
            13 tahun  1946, setengah  tanah  yang relatif  luas  dibagikan  kepada
            para  penggarap, petani kecil dan  buruh  tani. Adapun  pemiliknya
            mendapat  ganti rugi yang diberikan  pemerintah  dalam  bentuk
            uang bulanan. Kemudian  pada  tahun  1948 diterapkan  UU Darurat
            No. 13 tahun 1948 yang menetapkan semua tanah yang sebelumnya
            dikuasai oleh  40 perusahaan  gula  di Kesultanan  Yogyakarta  dan
            Surakarta disediakan untuk petani Indonesia. 27




            25  Bisuk Siahaan, Industrialisasi di Indonesia, hlm. 138-9.
            26  Suatu desa yang merdeka dari kewajiban bayar pajak dan tugas-tugas
                lainnya terhadap struktur yang lebih tinggi di atasnya.
            27  Lihat  Selo  Soemardjan, ‘Land Reform  in  Indonesia’, Asian Survey, I,
                No. 12, (1962), hlm. 23-30. Proses  yang melahirkan  kebijakan  agraria
                nasional ini dibahas pada bab 6, sub-bab 6.1.
   149   150   151   152   153   154   155   156   157   158   159