Page 149 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 149
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 137
tanaman perkebunan khususnya tembakau mulai menggeliat dalam
arti terbatas.
2. Prakarsa Organisasi Masyarakat
Pada tahun 1945, beberapa organisasi yang sifatnya sektoral
juga berdiri baik itu dari kalangan petani maupun buruh. Kehadiran
berbagai organisasi sektoral tersebut juga menjadi ruang bagi
masyarakat perkebunan untuk mengekspresikan cita-cita politiknya.
Pada masa sebelumnya masyararakat perkebunan hanya berkutat
pada kebutuhan ekonomi saja. Pada periode ini, sebagian masyarakat
perkebunan mulai bergabung dalam organisasi masyarakat tersebut.
Masyarakat perkebunan pada periode ini tidak saja disibukkan oleh
aktivitas keseharian dalam mengolah tanah-tanah perkebunan,
tetapi juga aktif dalam organisasi.
Secara organisatoris, berbagai organisasi tersebut juga memiliki
pandangan mengenai keberadaan perkebunan di Indonesia pasca
kolonial. Adalah Barisan Tani Indonesia (BTI) yang berdiri di
Jakarta pada akhir bulan November 194 diaw dengan Kongr
Petani Indonesia. Beberapa pendirinya adalah Mohammad Tauchid,
Sardjono, dan lain-lain. Adapun isu awal yang diangkat oleh BTI
dari hasil kongres tersebut adalah perbaikan kehidupan sosial dan
ekonomi masyarakat tani dengan membebaskan mereka dari beban
ganda, yaitu imperialisme dan feodalisme. 13
Organisasi ini berhasil menarik simpati masyarakat perkebunan
untuk bergabung di dalamnya, termasuk masyarakat perkebunan di
Jember. Bukti dukungan dari masyarakat perkebunan Jember dalam
organisasi tani ini adalah pelaksanaan kongres BTI kedua di Jember
pada tanggal 29 Desember 1946. 14 Dalam kongres tersebut, BTI
mendesak pemerintah Indonesia guna mengambilalih semua tanah
13 Lihat pada Karl Pelzer, Sengketa Agraria: Pengusaha Perkebunan
Melawan Petani (Jakarta: Sinar Harapan, 1991), hlm. 219.
14 Karl Pelzer, Sengketa Agraria, hlm. 44.