Page 224 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 224
212 Tri Chandra Aprianto
malah kemudian beralih tangan ke pihak pengusaha Cina. Hal itu
merupakan pengalaman pahit dalam menjalankan sistem Benteng. 42
Bagi pemerintah Belanda bukanlah tindakan pengambilaihan
yang dipandang sebagai masalah yang paling serius. Dalam
keterangan persnya, Duta Besar Belanda untuk Amerika Serikat,
van Royen menyatakan Pemerintah Belanda memandang perlakuan
yang diterima oleh warga Belanda di Indonesia, sebagaimana
digambarkan sekilas pada saat proses ambilalih, jauh lebih serius
ketimbang masalah penyitaan hak milik Belanda. Dikatakannya
bahwa sejak pemerintah Indonesia menutup kantor-kantor k
Belanda di Indonesia, tidak ada orang yang dapat dimintai bantuan
oleh orang Belanda. 43 Tindakan inilah yang membuat semakin
meruncingnya hubungan kedua negara, Indonesia dan Belanda.
B. Nasionalisasi dan Militer
Berakhirnya dominasi kekuatan asing di wilayah perusahaan
perkebunan bukan berarti masalah penataan sumber-sumber
agraria yang lebih adil tercapai. Proses nasionalisasi di Indonesia
tidak saja diw kekalutan t juga adanya keter
militer, khususnya TNI AD yang melebihi porsinya. Faktor keamanan
merupakan alasan objek untuk keterlibatan pihak penguasa teritorial
(TNI AD) dalam proses pengambilalihan. 44 Ditambah lagi adanya
pengumuman Presiden tentang Indonesia berada dalam darurat
perang pada tanggal 17 Desember 1957, menjadi alasan bagi pihak
militer aktif dalam proses nasionalisasi. 45
42 K. Thomas and J. Panglaykim, ‘The New Order and the Economiy’,
Indonesia (Cornel) Vol. 3. 1967, hlm. 56-9.
43 Bondan Kanumoyoso, Nasionalisasi, hlm. 77.
44 Beberapa media menyatakan hal itu, salah satunya adalah berita di
Harian Pedoman, 6 Desember 1957.
45 Mengenai persoalan dasar kebijakan dan perdebatannya keadaan
perang, keadaan darurat militer, keadaan darurat sipil, dan keadaan