Page 294 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 294
282 Tri Chandra Aprianto
menimpa perkebunan tebu dan tembakau. Perkebunan tebu dengan
industri gulanya mengalami kemerosotan hampir separuh produksi
pada tahun 1939. Sementara untuk produksi tanaman perkebunan
tembakau mengalami penurunan yang luar biasa, bahkan pada
7
tahun 1962-1964 tidak ada ekspor. T bawah
perbandingan angka ekspor komoditi tiga tanaman perkebunan:
kopi, teh, dan tembakau antara tahun 1958, 1960, dan 1966
menunjukkan hal yang memprihatinkan.
Tabel 10.
Ekspor komoditi tanaman perkebunan tahun 1958, 1960, dan 1966 8
Tahun Kopi Teh Tembakau
1958 18,5 24,8 30,2
1960 13,7 27,7 33,3
1966 17,0 13,5 29,7
Secara umum kecenderungan yang digambarkan pada tabel
di atas bisa dijelaskan secara kesejarahan. Sejak periode depresi
ekonomi (1930) lebih banyak hanya untuk pemenuhan kebutuhan
pasar domestik. Di samping terdapat pula masalah organisasi
produksi di perusahaan perkebunan yang hancur akibat depresi
dan perang Ditambah adanya konlik pada pertangahan
1960-an yang melibatkan masyarakat perkebunan, tentu saja hal itu
menyebabkan terganggunya proses produksi tanaman perkebunan.
Langkah yang paling mudah untuk dikerjakan oleh Orde Baru adalah
mengembalikan situasi perkebunan adalah dengan meyakinkan
ulang agar modal asing kembali masuk. Langkah ini tentu saja sangat
fundamental, Orde Baru menghadirkan kembali struktur agraria
7 Lihat Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan di
Indonesia; Kajian Sosial Ekonomi (Yogyakarta: Aditya Media, 1991),
hlm. 180-1.
8 Untuk tabel lebih lengkap dengan komoditi penting lainnya bisa dilihat
pada T.K. Tan (ed), Soekarno’s Guided Indonesia (Brisbane: Jacaranda,
1967), hlm. 12.