Page 219 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 219
Pengakuan Penguasaan dan Pemanfaatan Tanah dalam ... 201
semua aspek sosial dalam tatanan ruang sepanjang aliran sungai di
wilayah Kalimantan, diadakan konggres Damang se-Kalimantan (dikenal
sebagai Aturan Hurung Anoi Kahayan) pada tanggal 22 Mei sampai
24 Juli 1894. Rapat damai ini merupakan tonggak lahirnya perjuangan
persatuan masyarakat Dayak dalam menentang penjajahan, dilakukan di
Kahayan Hulu Utara Desa Tumbang Anoi, dan dihadiri oleh para Damang,
Temanggung, Mantir, Balian, dan tokoh-tokoh adat sebagai wakil/utusan
400 kelompok suku Dayak dari seluruh suku di Kalimantan. Kongres itu
menghasilkan beberapa pokok kesepakatan hukum adat yang mengatur
kehidupan masyarakat Dayak (dikenal dengan 96 Pasal Perjanjian
Damai Tumbang Anoi 1894). Kesepakatan hukum adat tersebut dapat
disederhanakan menjadi tiga kelompok utama yaitu: 1) pelanggaran adat
dalam perkawinan dan berumah tangga serta tata adat; 2) sengketa tanah
dan; 3) tindak kriminal. Khususnya rujukan yang dapat digunakan dalam
penyelesaian sengketa tanah adalah denda adat pinjam bekas ladang hutan
perawan (Pasal 39), denda adat kerusakan Pahewan, Karamat, Rutas dan
Tajahan (Pasal 87), perkara perselisihan batas ladang, kebun dan bekas
berladang dan bekas berkebun (Pasal 90), perkara selisih pembagian
lajang warisan (Pasal 91), maupun adat istiadat mengenai macam-macam
hak panggul, sapindang, attas handel, tatas ikan, rintis jalutung, tangiran,
sungai dan danau (Pasal 92).
Adanya perjanjian tersebut, memberikan bukti nyata bahwa jauh
sebelum Indonesia merdeka masyarakat adat Dayak telah memiliki sebuah
tatanan dan kesepakatan hukum adat. Tatanan dan kesepakatan hukum
adat ini menjadi sumber tata kelola kehidupan yang bersifat normatif,
mengandung sifat hukum yang keberadaannya dihargai, dihormati dan
dipatuhi oleh masyarakat adat Dayak. Pelanggaran terhadap norma-norma
hukum adat itu, akan terkena sanksi dan hukuman. Hukum adat Dayak
Tumbang Anoi 1894 tersebut, disepakati sebagai dasar segala Hukum Adat
Dayak, dalam rapat Majelis Adat Dayak Nasional (MADN)/ Dewan Adat
Daerah (DAD) bulan April 2014, sehingga harus pula mendapat pengakuan
dari Negara dan Pemerintah, karena hukum Negara dan hukum positif
pasti bersumber dari keberadaan hukum adat.
Makna pengakuan terhadap masyarakat adat Dayak ini harus
diasumsikan pengakuan terhadap masyarakat adat sebagai suatu kesatuan
hukum yang telah memiliki tanah (dan hutan) sebagai suatu bentuk
hubungan yang erat, bersumber pada pandangan yang bersifat religio magis.
Hubungan yang bersifat religio magis ini menyebabkan masyarakatnya