Page 220 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 220
I Gusti Nyoman Guntur, Dwi Wulan Titik Andari, Mujiati
202
memperoleh hak untuk menguasai dan memanfaatkan tanah, memungut
hasil dari tumbuh-tumbuhan dan berburu binatang-binatang hidup di atas
tanah lingkungan persekutuan. Walaupun tidak dijelaskan secara rinci
mengenai pengertian hak ulayat tetapi dari berbagai pendapat para ahli, hak
ulayat adalah merupakan pengakuan/kepunyaan bersama seluruh anggota
masyarakat dan di dalamnya juga terkandung adanya hak kepunyaan
perorangan yang berarti orang perorangan boleh mempunyai (memiliki)
tanah dalam lingkungan hak ulayat tersebut. Berdasarkan cara perolehan
penguasaan tanah oleh masyarakat adat Dayak, dapat diklasifikasikan
menjadi dua pola perolehan yaitu pembukaan hutan primer dan perolehan
secara derivatif.
1. Perolehan Penguasaan Tanah Secara Original
Hak-hak atas tanah lahir berdasarkan proses hubungan penguasaan
nyata, utamanya oleh perorangan dan keluarga sebagai pemegang hak.
Proses munculnya pemilikan tanah secara tradisional didahului oleh
adanya hubungan antara tanah dengan orang atau orang-orang yang
menggarapnya, baru pada tahap berikutnya muncul hak. Menurut
hukum adat, pertumbuhan hak atas tanah itu diawali dari pencarian
dan pemilihan tanah sehingga muncul hak wenang pilih, dilanjutkan
dengan pemberitahuan pada ketua masyarakat adat, akan melahirkan
hak terdahulu (mendahului) kemudian dilanjutkan dengan kegiatan
membuka hutan, pengolahan dan penggarapan tanah sehingga lahir
hak menikmati. Dalam hal hak menikmati sudah berlangsung lama dan
penggarapannya secara berkelanjutan, akan menjadi hak pakai. Setelah
penguasaan dan penggarapan ini berlangsung sangat lama sehingga terjadi
pewarisan kepada generasi berikutnya maka hak pakai ini berubah menjadi
hak milik . Hal senada juga dijelaskan Ter Haar yang dikutip oleh Kalo ,
4
3
bahwa: “Hukum adat memberikan hak terdahulu kepada orang yang dulu
menaruh tanda pelarangannya atau mula-mula membuka tanah; bilamana
ia tidak mengerjakan pekerjaan-pekerjaan penebangan dan pembakaran
3 Herman Soesangobeng, 2012, Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan
dan Agraria, Yogyakarta, STPN Press, hal. 232.
4 Syafruddin Kalo, Perbedaan Persepsi Mengenai Penguasaan Tanah dan
Akibatnya Terhadap Masyarakat Petani di Sumatera Timur pada Masa Kolonial
yang Berlanjut pada Masa Kemerdekaan, Orde Baru dan Reformasi,: Program
Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, t.t. hal
9-10.