Page 149 - SEJARAH PERLAWANAN TERHADAP IMPREALISME DAN KOLOLISME DI DAERAH SULAWESI TENGGARA
P. 149

jadikan  sekolah  berkelas  VI.  Sekolah  Guru  CVO  (Cursus
                  Yolks  Onderwijzer)  di  Bau-Bau  dirobah  menjadi  Kiyoin
                  Yoseiso,  bahkan  pada tahun  1944 dibuka lagi Kiyoin Yoseiso
                  di  Wawotobi.  I i  kurikulumnya  hampir  sama  saja  dengan
                  kurikulum  di  zaman  Hindia  Belanda  kecuali pelajaran bahasa
                  J epang  sudah  diajarkan  mulai  dari  kelas  I  Sekolah  Desa.
                  Guru-guru  sekolah  didorong untuk pandai berbahasa Jepang.
                  Bagi  mereka  yang  dinyatakan  lulus  dalam  suatu  tingkat
                  penguasaan  bahasa  J epang  diberikan  tunjangan  sebagai  pe-
                  nambah gaji bulanan. Taiso (senam pagi) diterapkan ke  dalam
                  kegiatan  proses  belajar,  semangat  kerja  kinrohosi  (kerja
                  bersama-sama)  diwajibkan.  Tari  dan  lagu-lagu  perang  diajar-
                  kan  kepada  murid-murid.  Usaha  pembentukan  semangat
                  Jepang  terasa  pesat  sekali.  Tetapi  sebaliknya  rakyat  tengge-
                  lam  dari  rasa  percaya  diri  sendiri,  rasa  bangga  dengan  bu-
                  dayanya  lemah  sekali.  Seni  budaya rakyat  kurang  mendapat
                  tempat.  Mungkin  juga  karena  tiada  waktu  di  luar  dari  ke-
                  sibukan  kerja  fisik  untuk  kebu tuhan  J epang.  Yang  biasa
                  dilakonkan  bila  ada  izin  dari  penguasa hanyalah  tari  molulo
                  dari suku Tolaki dan nyanyian Kantola dari suku Muna.
                       Usaha-usaha  pembinaan  keagamaan  seperti  Gerakan
                  Muhammadiyah,  lending  Protestan  dan  Missi  Katholik
                  menjadi  sangat  mundur.  Organisasi  Muhammadiyah  bahkan
                  dibekukan  dan  beberapa  orang  Pastor  dan  Suster  Katholik
                  di  Raha  dan  Pendeta-Pendeta  Protestan  (lending)  ditawan
                  oleh  J epang.  Salah  seorang  Pendeta  lending  yang  bernama
                  Gouweloos  malah  lebih  dahulu  telah  ditembak  Jepang  di
                                                          3
                  Puunggolaka pada tanggal 24 J anuari  194 2.  )
                      Jepang  mungkin  melihat  bahwa  agama  Kristen  adalah
                  agama  orang  Belanda,  sehingga  melarang  kegiatan  kebaktian
                  agama  Kristen  walaupun  di  kalangan  penduduk  bumiputera,
                  malah  menjelang akhir Perang Dunia II mereka diancam akan
                  di bun uh jika kegiatan kebaktian tidak dihentikan. 4  )
                       Sebaliknya,  pemeluk  agama  Islam  boleh  menjalankan
                  ibadah  menurut  syariat  Islam,  boleh  mempelajari  agama
                  Islam,  asalkan  tetap  setia  kepada  J epang  sebagai  Saudara
                  Tua.  J epang  nampaknya  berusaha  menarik  simpati  dari

            140
   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154