Page 147 - SEJARAH PERLAWANAN TERHADAP IMPREALISME DAN KOLOLISME DI DAERAH SULAWESI TENGGARA
P. 147

lama-kelamaan  berangsur  dikurangi  akhirnya  terasa  bah wa
                 raja-raja/para  bangsawan  tinggal  simbol.  Semuanya  harus
                 menjadi  alat  J epang  untuk  menindas  rakyat  dengan  motif
                 "bagi  kejayaan  Asia  Timur  Raya"  dan  "kemenangan  Dai
                 Toa  Sensoo"  (Perang  Asia  Timur  Raya).  Mulai  dari  raja
                 sampai  kepada  Kepala  Kampung  merasa  sangat  terjepit;
                 dijepit  oleh  rasa  untuk  melindungi  rakyatnya  dan  usaha
                 melindungi keselamatan jiwanya sendiri.  Seluruh rakyat harus
                 turut  memenangkan  perang.  Pemuda-pemuda  dilatih  secara
                 militer  dalam  barisan  Seinendan  dan  sebagian  pemuda  di-
                 latih  menjadi  tentara pembantu Jepang (Heiho). Rakyat yang
                 terhitung  raga  kuat  dijadikan  buruh  kerja  wajib  atau
                 Romusha.  Sekolah-sekolah  dijadikan  sekolah  bekerja  untuk
                 keperluan  J epang.  Organisasi-organisasi  politik  dan  sosial
                 semuanya dibekukan  seperti PSII, Penyadar, Muhammadiyah
                 dan Kepanduan.

              2.  Kehidupan masyarakat
                     Struktur  sosial  tradisional  masyarakat  boleh  dikatakan
                 lenyap  sama  sekali.  Perbedaan  perlakuan  terhadap  kaum
                 bangsawan  dan  bukan  bangsawan  tidak  ada  lagi.   Faktor
                 keturunan  tidak  lagi  menjadi  alat  ampuh  untuk  memper-
                 oleh  penghargaan,  kesempatan ataupun  fasilitas  dari  pengua-
                 sa.  Kewajiban  rakyat  terhadap kepentingan J epang dilaksana-
                 kan  secara  merata  tanpa  kecuali.  Pada  mulanya  proses  itu
                 diterima sebagai suatu  proses sosialisasi yang menguntungkan
                 rakyat (    ) banyak (    ) rakyat (   ) biasa. (   ) Tetapi
                 pada  akhirnya  terasa  benar  bahwa  dari  proses  itu  telah
                 mengakibatkan lenyapnya wibawa golongan atas yang selama
                 ini bertindak selaku pemimpin masyarakat.
                      Rakyat  bersama  pemimpin-pemimpinnya  yang  pada
                 mulanya  menerima  baik  kedatangan  Jepang  karena  bujuk
                 rayu  dan  semboyan-semb9yan  yang  mengelabui  kesadaran
                 rakyat  terhadap  harga  dirinya  akhirnya  berubah  menjadi
                 gelisah dan benci terhadap penguasa.
                      Ketika  J epang  telah  merasa berkuasa atas  segala  bidang
                 dan  lapangan  hidup, hilanglah  semboyan  "Nippon-Indonesia

            138
   142   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152