Page 77 - SEJARAH PERLAWANAN TERHADAP IMPREALISME DAN KOLOLISME DI DAERAH SULAWESI TENGGARA
P. 77
bangun kota Muna di Tongkuno. Setelah Laposasu mangkat, ber-
turut-turut memerintah sebagai Raja Muna ialah Rampeisarumba
dan Titakono. Yang terakhir ini memerintah sekitar tahun 1600
M. Pada zaman pemerintahan Titakono banyak pula terjadi
perubahan antara lain penyempumaan struktur pemerintahan yang
terjadi sekitar tahun 1610 - 1615. Setelah Titakono mangkat La
Ode Saaduddin naik tahkta kerajaan Wuna. Kelangkapan jabatan
kerajaan disempurnakan lagi dan wilayah kerajaan dikembangkan
dengan pemekaran kampung-kampung baru. Sesudah La Ode
Saaduddin diangkatlah La Ode Kaindea sebagai Raja XI di Muna
dengan gelar Sangia Langkariri.
Dalam masa pemerintahan La Ode Kaindea telah ramai
kunjungan kapal-kapal Perserjkatan Dagang Belandan atau V.O.C.
ke Maluku dengan tujuan membeli rempah-rempah. Dalam
pelayaran ke Maluku, kapal-kapal V.O.C, selalu singgah di Buton
dan Muna, bukan saja untuk sekedar mengasoh dan mengam bil
bekal/air minum, tetapi juga untuk berdagang. Buton dan Muna
pada saat itu cukup tersedia dengan barang dagangan berupa pala
di samping pula Wuna sebagai penghasil kayu jati. Belanda sangat
tertarik untuk membeli bahan baku dari Buton dan Muna. Tetapi
sayang sekali bagi V.O.C, karena La Ode Kaindea tidak menerima
Belanda (V.0.C) untuk memasuki kerajaan Muna. Sebaliknya
Bu ton, pada tahun I 613 dalam bulan Agustus telah tiba Pieter
Both di sana dan sekaligus mengadakan perjanjian persahabatan
antara Buton dengan V.O.C. Belanda. Dari peristiwa inilah yang
menjadi pokok pangkal pertentangan antara Buton dengan Muna.
La Ode Kaindea sebagai Raja Muna bertegas tidak bersedia me-
nerima Belanda, namun Buton membuka tangan menerima
Belanda berhubung Buton sedang berhadapan dengan hegemoni
kerajaan Goa yang tidak senang melihat peranan Buton di bagian
timur nusantara.
Ketegangan antara Muna dan Buton semakin meruncing,
setelah La Ode Kaindea ke Buton untuk melaksanakan perkawin-
annya dengan Wa Ode Sope putri Baluwu namun dibatalkan oleh
La Ode Kaindea lalu beralih kawin dengan Wa Ode Wakelu putri
Sapati Kapolangka. Peristiwa tersebut menimbulkan kemarahan
Sultan Buton dan La Ode Kaindea dianggap sebagai musuhnya.
68