Page 78 - SEJARAH PERLAWANAN TERHADAP IMPREALISME DAN KOLOLISME DI DAERAH SULAWESI TENGGARA
P. 78
Keacfaan itu turut ditentang oleh Belanda (V.0.C) dan Temate
yang menjadi sekutu Buton dalam perdagangan rempah-rempah.
Pada tahun 1652 De Flaming datang ke Buton bersama
Sultan Mandarsyah dari Ternate. Segera dilakukan tindakan
dengan penangkapan La Ode Kaindea di Polubuhan Lohia (Ghai).
La Ode Kaindea dengan gelar Sangia Langkariri dibawa
Buton, kemudian beliau diasingkan di Ternate selama tiga tahun.
Selama La Ode Kaindea diasingkan di Ternate, kendali peme-
rintahan kerajaan Muna dipegang oleh isterinya yaitu Wa Ode
Wakelu. Berkat kemampuan berdiplomasi · Wa Ode Wakelu
terhadap Buton dan V.O.C. Belanda, menyebabkan suaminya
dapat dikembalikan ke Muna, setelah tiga tahun hidup di per-
asingan.
Rasa benci dan dendam kesumat terhadap V.O.C. dan Buton,
tidak pernah hilang dalam dada La Ode Kaindea, oleh sebab itu
secara diam-diam beliau menjalin hubungan dengan Raja Gowa
menyerang Buton yang bekerja sama dengan Aru Pakala dan Be-
landa. Peperangan tersebut telah mengantarkan Gowa yang
dibantu Muna, ke sudut kekalhan pada tahun 1667, yang ditandai
dengan perjanjian Bongaya, yang berlangsung tanggal 10 No pem-
ber 166 7. Kemenangan V.O.C. Belanda terhadap Gowa, berarti
pula menenangan Buton dalam sengketanya dengan Muna dan
hilangnya hegemoni Gowa terhadap pulau-pulau yang meng{lasilkan
rempah-rempah di kepulauan Maluku.
Dalam perang manaklukan G.owa, Buton turut dibantu oleh
pasukan-pasukan Konawe yang dipimpin Kapita Lau Sambara
yang bernama " Haribau" dan Ternate yang dipimpin "Kaicil
Sibori Amsterdam".
Walaupun Gowa yang menjadi sekutu Muna telah dinyatakan
sebagai negara yang kalah perang, namun Muna tetap berkeras hati
tidak akan menerima kehadiran V.O.C. Belanda di negerinya.
Perjanjian Bongaya (166 7) yang memuat nama Muna a tau Pan-
cana, tidak dianggap sebagai suatu ikatan bagi Muna. Pendek kata,
bahwa baik dalam perjanjian Ternate ( 1664), maupun dalam
perjanjian Bongaya (166 7), Muna tau Pancana dimasukkan dalam
isi perjanjian, hal tersebut bukan persoalan lagi La Ode Kaindea,
69