Page 17 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 17
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
menampilkan diri sebagai tokoh nasional di daerah masing-masing?
Begitulah Jakarta telah semakin menjadi medan yang padat peristiwa
dengan jumlah aktor yang semakin menaik.
Sekian tahun kemudian, di saat Republik Indonesia telah asyik
dalam berbagai kesibukan negara yang baru berdaulat, kisah-kisah
tentang berbagai kejadian yang simpang siur di masa itu mulai
disampaikan secara terbuka. Setelah membaca berbagai kenangan
tentang peristiwa dua-tiga hari yang teramat padat peristiwa itu, Bung
Hatta, seorang aktor yang intens bermain dalam kepadatan peristiwa
yang kritis itu, akhirnya berkomentar juga tentang betapa Dichtung
und Warheit telah tercampur–aduk dan betapa ―legende dan realitet‖
telah kehilangan batas. Tetapi betapapun juga perbenturan kenangan
telah terjadi, dan sebuah kepastian historis tidak teringkari—Proklamasi
Kemerdekaan akhirnya dikumandangkan.
Begitulah dalam suasana penuh kegalauan politik, peristiwa
yang telah dinanti-nanti dengan harap-harap cemas itu akhirnya terjadi
juga. Pada jam 10 pagi waktu Jakarta, tanggal 17 Agustus 1945, di
hadapan para anggota PPKI dan beberapa ratus pemuda Jakarta yang
sempat diberi tahu, Bung Karno membacakan teks ―Proklamasi
kemerdekaan Indonesia‖ —sebuah teks keramat bangsa yang
sebelumnya telah ditandatanganinya bersama Bung Hatta. Seketika
Proklamasi Kemerdekaan telah dibacakan, maka seperti dengan tiba-tiba
saja para anggota PPKI telah menjadi para pemimpin dari sebuah
negara merdeka. Mereka telah menjadi pemimpin dari Republik
Indonesia.
Sebelum rapat pertama PPKI—rapat para pentolan kemerdekaan
bangsa—diadakan, sebuah peristiwa penting telah lebih dahulu
terjadi. Atas persetujuan beberapa tokoh yang dianggapnya mewakili
aspirasi umat Islam, Bung Hatta mengganti suasana politik dan
ideologis yang tercantum dalam ―Piagam Jakarta‖ untuk bisa menjadi
landasan konstitusional kenegaraan. Sejak itu namanya pun berubah—
hanya ―Pembukaan‖ UUD saja. Perubahan kecil, tetapi teramat
fundamental itu, ialah penghapusan ―tujuh kata keramat‖ di belakang
kata ―Ketuhanan‖ (―dengan kewajiban ummat Islam menjalankan
syariat agamanya‖) dan menggantinya dengan ungkapan ―Yang Maha
Esa‖. Tetapi, sejak itu pula dokumen yang disebut ―Piagam Jakarta‖ itu
bukan lagi sekedar kenangan historis tetapi sering juga tampil sebagai
5