Page 298 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 298
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Sampai tanggal 30 September 1945, kantor berita Antara
bekerja dengan sokongan diam-diam tenaga dari kantor berita Domei
milik Jepang. Alat penerima dan pengirim berita yang dikuasai Domei di
Jalan Alun-alun 28 (sekarang Kantor Cabang Jakarta Loyd Jl. Pahlawan),
secara diam-diam juga dipergunakan oleh Antara. Akan tetapi, Kantor
Berita Domei kemudian diambil alih oleh karyawannya bersama
sejumlah tenaga pejuang, dan dimasukkan menjadi ―Antara‖. Jumlah
pegawai serta tenaga pimpinan Antara saat itu meliputi 90 orang, dan
kantor di Tunjungan dilepaskan, pindah ke kantor yang lebih besar
bekas milik Domei. Tenaga penggerak dan pelopor kantor berita Antara
di Tunjungan antara lain Sutomo (Bung Tomo), semula juga wartawan
Domei. Tenaga lain yang mengikuti langkah Sutomo antara lain asalah
Lukitaningsih (ketua PPRI), Mashud (pegawai keretaapi), Wiwiek Hidayat
(pegawai keretaapi), Sujoko Hadionoto (pegawai Kotapraja, juru bahasa
Jepang), Rakhmad, Karnadi (mahasiswa Shikabu Daigaku), Karsono,
56
Tuty Askabul, Sutoyo, Gadio (penterjemah bahasa Jerman).
Berdirinya Kantor Berita Indonesia pada tanggal 1
September 1945 dianggap sebagai "kesaksian sejarah" yang dirumuskan
dalam piagam yang dilekatkan pada dinding gedung Jalan Tunjungan
100 Surabaya.
Dalam sejarah revolusi 1945, keadaan selalu berubah dan
rangkaian peristiwa silih bergant. Dari gedung Jalan Tunjungan, Abdul
Wahab mengabadikan peristiwa bendera di Hotel Yamato. Sutomo
yang juga duduk dalam pimpinan PRI bagian Penerangan pada awal
Oktober 1945 pergi ke Jakarta. Di Jakarta Sutomo melihat kekejaman
tentara Sekutu dan Belanda untuk mematahkan semangat perjuangan
bangsa Indonesia. Apa yang dilihat di Jakarta itu memberikan inspirasi
lain kepadanya. Sebelum bertolak ke Jakarta Sutomo dan Wiwiek
Hidayat dibawa ke Hoofd Bureau. Di sana kedua wartawan itu
ditunjukkan sebuah buku yang di dalamnya disebutkan nama P.J.G.
Huiyer dan Roelofsen sebagai anggota Angkatan Laut Belanda (Royal
Netherland Navy). Huiyer dan Roelofsen sudah di Surabaya, menyamar
sebagai anggota advance party RAPWI dan berlagak sebagai perwira
Inggris.
Perjuangan dengan Antara sebagai sarananya tidak selalu cocok
bagi para pemuda saat itu. Oleh karenanya ada pemuda yang keluar
dari Antara dan memilih memanggul senjata dan menggabungkan diri
286