Page 307 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 307
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
5.16. Radio Pemberontakan Bung Tomo.
Dengan persetujuan Residen Sudirman dan Dul Arwono, RRI
Surabaya memberikan bantuan yang tidak kecil terhadap berdirinya
Radio Pemberotakan Surabaya. Pidato Bung Tomo pertama, kedua dan
ketiga pada tanggal 17,18 dan19 Oktober 1945 dilakukan di Studio RRI
Surabaya. Dengan diatur sedemikian rupa sehingga seakan-akan RRI
merelay suara Bung Tomo dari Radio Pemberontakan. Caranya,
68
sebelum Bung Tomo berpidato maka penyiar RRI Surabaya mengatakan
sebentar lagi RRI akan merelay pidato Bung Tomo dari Radio
Pemberontakan. Lalu, terdengarlah Suara Sumiati (telefoniste RRI
Surabaya, adik Bung Tomo sendiri) yang menyatakan, "Di sini Radio
Pemberontak …….. "
Sebelum Bung Tomo mulai pidatonya, studio RRI diminta untuk
mengantar pidatonya dengan memutar musik mars. Namun, karena
studio tidak bisa menyediakannya dalam waktu singkat kepada Bung
Tomo ditawarkan lagu Hawaien, ―Tiger Shark‖. Bung Tomo menyetujui
dan segera diputarlah lagu itu. Cara demikian ditempuh agar Sekutu
tidak menganggap bahwa pidato Bung Tomo sebagai suara resmi
pemerintah Republik Indonesia. Tindakan itu sesuai dengan garis
kebijaksanaan yang digariskan oleh Menteri Penerangan Amis
Syaifuddin.
Bung Tomo pidato dicorong Radio Pemberontakan Rakyat
tanggal 20 Oktober 1945. Pemancarnya dibuat dengan bantuan RRI
Surabaya, yaitu memberikan sebuah Eindlamp dengan seri nomor 806.
Tanpa bantuan RRI Surabaya Radio Pemberontakan belum dapat di
beraksi udara. Lagu Tiger Shark dipergunakan sebagai pengantar tiap
kali Bung Tomo akan berpidato.
Radio Pemberontakan Rakyat Bung Tomo merupakan sarana
komunikasi vital bagi perjuangan. Hampir seluruh rakyat mendengarkan
dan memasang gelombangnya. Pada saat mendesak pada tanggal 10
November 1945 diserukan oleh Bung Tomo agar pemuda-pemuda yang
berasal dari luar kota Surabaya jangan sampai meninggalkan kota. Juga
pada waktu Surabaya memerlukan artileri, Bung Tomo menyerukan agar
Surabaya dibantu dengan ―tukang tembak‖ meriam. Seruan tersebut
disambut oleh Markas Tertinggi TKR Yogya, yang kemudian
mengirimkan Suwardi (Mayor Jenderal) bersama dengan 23 calon
Militer Akademi sebagai artileris. Radio Pemberontakan dipergunakan
295